“Kala pertama kupandang pesona di wajahmu, saat itu hatiku kan terpana. Tiada ragu lagi tiada bimbang lagi”. – Harvey Malaihollo, Jerat
PinterPolitik.com
Ribut-ribut gugatan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) kini memasuki babak baru. Ketua tim kuasa hukum pasangan tersebut, Bambang Widjojanto (BW) telah mengajukan perbaikan gugatan dan memasukkan tuntutan untuk mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Loh loh, ada apa nih? Emangnya Pak Jokowi sama Pak Ma’ruf pakai doping apa pas Pilpres kemarin? Hehe.
Iya lah, kalau dalam olahraga, atlet-atlet akan didiskualifikasi jika ketahuan pakai doping. Itu loh, sejenis obat atau penambah stamina yang dianggap melanggar aturan-aturan sportivitas.
Ternyata eh ternyata, tuntutan agar Jokowi-Ma’ruf didiskualifikasi bukan karena ketahuan pakai doping, melainkan karena sang cawapres dituduh masih aktif menjabat di BUMN. Ma’ruf Amin disebut masih aktif menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) di BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri.
Kalau dicek di website kedua perusahaan tersebut, nama Ma’ruf memang terpampang di sana.
Hal inilah yang membuat BW menyebutkan bahwa pasangan Jokowi-Ma’ruf bisa didiskualifikasi karena pada Pasal 227 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, memang menyaratkan capres atau cawapres untuk menyertakan surat pengunduran diri dari jabatannya di BUMN.
Tapi, memangnya BNI Syariah dan Mandiri Syariah itu BUMN bukan sih?
Akankah Jokowi-Ma'ruf didiskualifikasi? pic.twitter.com/NEeiTMyxdw
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) June 12, 2019
Okelah, kalau BNI dan Mandiri, keduanya adalah BUMN karena sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Nah, kalau BNI Syariah dan Mandiri Syariah, keduanya itu anak perusahaan masing-masing dari BNI dan Mandiri.
Kalau menggunakan logika UU No.19 tahun 2000 tentang BUMN, memang keduanya tidak bisa serta merta disebut sebagai BUMN. Pasalnya, BUMN diartikan sebagai perusahaan yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara lewat penyertaan langsung.
Sementara anak perusahaan BUMN kan sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya, apalagi jika bentuknya persero. Hal ini juga terkait kewenangan yang dimiliki negara – misalnya Menteri BUMN – dalam mengubah susunan jajaran petinggi di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, apabila anak perusahaan BUMN mendapatkan penugasan pemerintah atau melaksanakan pelayanan umum atau mendapatkan kebijakan khusus dari negara, maka anak perusahaan BUMN itu diperlakukan sama dengan BUMN, sehingga memiliki tanggung jawab kepada negara sebagai pemilik modal lewat perusahaan induknya.
Kan, tambah bingung jadinya. Artinya, di satu sisi BW bisa saja benar, tapi di sisi lain bisa saja salah. Ah, bisa bikin para hakim MK galau nih pas mutusin gugatan itu hehehe.
Ma’ruf Amin sendiri sudah mengklarifikasi dan bilang bahwa dirinya bukan pejabat dan bukan karyawan BUMN.
“Bukan! Itu bukan BUMN juga. Orang itu anak perusahaan. DPS kan juga bukan karyawan,” begitu kata Ma’ruf.
Tapi, Jubir TKN Jokowi-Ma’ruf, Arya Sinulingga malah bilang bahwa Ma’ruf sudah mundur dari jabatan di BUMN.
Hayoo, kok nggak kompakan nih jawabannya? Belum dapat contekan ya? Atau gugup karena BW bilang bisa kena diskualifikasi? Uppps.
KPU sendiri sudah mengklarifikasi dan menyebutkan bahwa mereka sudah memverifikasi bahwa Ma’ruf bukan karyawan dan bukan pejabat BUMN.
Apa pun itu, yang penting dibuka ke publik selebar-lebarnya ya. Publik kan perlu tahu, itu benar-benar jabatan di BUMN atau bukan.
Lha, kalau pakai doping aja atlet kayak Maria Sharapova aja bisa didiskualifikasi dan dilarang bertanding, apalagi Pemilu yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Ah, republik! (S13)