Pemasangan spanduk bergambar tanda pagar #2019GantiPresiden di Masjid Al Amin, Jalan Serdang Medan, Sumatera Utara, Rabu (18/4) sore.
PinterPolitik.com
[dropcap]F[/dropcap]enomena tagar #2019GantiPresiden semakin hari kian tak terbendung. Tagar ini seakan-akan telah menjamur kemana-mana. Bahkan saat ini sudah mulai bermunculan berbagai atributnya, berupa kaus yang dijual di berbagai tempat. Nah, yang terbaru nih ya, ada spanduk super besar bertuliskan tagar ini yang terpampang di halaman Masjid di Medan.
Anehnya nih ya, gak ada satu pun warga sekitar yang melihat siapa yang memasang spanduk tersebut. Lah, terus siapa dung itu yang masang? Masa makhluk astral, ya kali deh. Tapi gak lama kok spanduk itu terjuntai, karena abis itu pengurus masjid langsung menurunkannya. Aya aya wae ini mah.
Ini main kucing-kucingan atau bagaimana sih? Kok gak gentle banget yang masang. Yang masang ini udah pasti kan dari pihak yang menyerukan tagar ini? Artinya besar kemungkinan dari kader Partai Keadilan Sejahtera dung ya. Bisa jadi sih. Lagian masa iya masyarakat berani pasang spanduk kontroversi ini?
Tagar ini sebenarnya semacam perang pengaruh gitu deh di tengah pemahaman masyarakat. Masyarakat ditemukan dalam sebuah pilihan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengganti Presiden. Pihak yang menyerukan pasti akan berusaha mempromosikan tagar ini secara masif. Wuidih.
Kemunculan atribut tagar ini dalam berbagai bentuk -yang salah satunya berupa spanduk raksasa- bertujuan untuk me-recall alam bawah sadar masyarakat yang mendambakan sosok pemimpin baru. Tapi sebelum itu, pihak pemantik isu ini perlu menyebarkan isu bahwa pemerintahan saat ini telah gagal.
Saat sebuah kepemimpinan telah berhasil dicitrakan gagal, di situ lah ada ruang kosong dalam pandangan masyarakat, seakan bertanya, ‘Lalu kita harus apa?’. Dan dijawablah dengan tagar #2019GantiPresiden. Ya ganti Presiden keles, ya masa lanjutkan dua periode sih. Ngeriweuh banget ya penuh intrik.
Harapannya banyak masyarakat di akar rumput yang terbuai dengan jargon tagar ini, seakan-akan ini adalah sebuah jalan keluar dari segala permasalahan pelik negeri ini. Jiah, lebay amat sih. Kek Ratu drama banget. Gak gitu juga keles. Gak punya malu apa, meniupkan harapan semu angin surga pemimpin baru! Tapi dengan cara memanipulasi paradigma berpikir masyarakat tentang kondisi riil bangsa ini yang seakan-akan sangat bobrok.
Tagar ini sebenernya lebih mirip upaya hopeless lawan politik akibat gak cukup punya amunisi untuk mengangkat keunggulan kandidat kompetitor Presiden Petahana. Kok eike jadi tergelitik yang dengan kata-kata dari filsuf Jonathan Swift (1667-1745), ‘I never wonder to see men wicked, but I often wonder to see them not ashamed.’ (K16)