“Pada akhirnya, semua orang hanya sibuk mengurus dirinya sendiri. Kepentingan dirinya, untung rugi. Uang. Popularitas.” ~Tere Liye
PinterPolitik.com
[dropcap]K[/dropcap]etua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengklaim telah memperjuangkan dana kelurahan sejak 2015 lalu, saat dana desa mulai dikucurkan. Ketika itu, menurutnya, memang sudah banyak aparat kelurahan yang cemburu karena nggak memperoleh dana seperti desa.
Menurut Riza, keluhan-keluhan tersebut sudah didengar oleh kepala-kepala daerah kader Gerindra yang kemudian disuarakan oleh fraksi partainya di parlemen. Hal tersebut diakui dilakukan atas komando dari Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Hmm, tapi moon maap. Setahu saya, kubu Bapak yang sekarang paling menentang kebijakan tersebut. Malah ada yang bilang kalau bagi-bagi dana kelurahan merupakan tindakan yang menghina rakyat, sama dengan politik uang. Waduh, ngeri nggak tuh?
Terus ya Pak, ada juga tuh yang bilang kalau bagi-bagi dana kelurahan tuh nggak ada payung hukumnya. Malahan, ada juga loh yang minta kebijakan tersebut ditunda sampai selesai pemilu. Kenapa sekarang mengklaim sebagai pencetus kebijakan dan mengaku telah memperjuangkannya? Ini kubu Anda yang tidak kompak, atau saya yang dimensia sih? Etttdahhh…
Kalau begini ceritanya menurut kalian gimana gaes? Siapa yang bohong, siapa yang nggak jujur? Wkwkwkwk.
Haruskan pemilu diadakan setahun sekali, agar rakyat bisa selalu dimanja penguasa? Share on XRiza menjabarkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengatakan pemerintah tidak akan memberikan dana kelurahan usai konferensi pers Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019 pada Agustus lalu. Makannya dia menanyakan, kenapa tiba-tiba Jokowi berencana memberikan dana kelurahan di 2019? Nggak sesuai perencanaan APBN sebelumnya dong?
Kebijakan pemerintah yang hendak mengucurkan dana kelurahan di tahun 2019 memang sangat populis. Rakyat suka banget nih bermanja-manja dengan uang pemerintah. Tapi kayak gini kita juga harus kritis, ada apa di balik batu?
Terus kubu oposisi juga jadi aneh. Kalau benar dulunya mereka setuju, terus kenapa sekarang gelimpangan ketika kebijakan tersebut hendak dijalankan? Tak rela kalau petahana dapat simpati rakyat? Kalau gitu apa bedanya kubu petahana dan oposisi, sama-sama mentingin menang pilpres. Hiya, hiya, hiya… (E36)