pinterpolitik.com – Jumat, 20 Januari 2017.
JAKARTA – Gawaman Fauzi, mantan Menteri Dalam Negeri 2009-2014, mengaku tidak mengetahui sejumlah pertemuan yang membahas pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Gamawan pun menjawab tidak tahu terkait pertemuan di Hotel Sultan yang diduga turut dihadiri sejumlah pihak-pihak yang terlibat termasuk Ketua DPR RI Setya Novanto.
“Mana ada saya terima,” kata dia.
Gamawan mengaku tidak terlibat pada kasus tersebut. Bekas gubernur Sumatera Barat itu mengatakan tidak mendapat apapun dari tender pemenang e-KTP.
“Saya tidak pernah menerima apapun dari siapapun,” tukas dia.
Ini adalah pemeriksaan kali ketiga terhadap Gamawan Fauzi. Sebelumnya, Gamawan mengatakan tidak ada keanehan saat pengadaan KTP elektronik.
Gamawan Fauzi menegaskan proyek penerapan paket pengadaan KTP elektronik atau e-KTP 2011-2012 sudah mendapat pengawasan.
Gamawan mengatakan pada 11 November 2009 ada pembahasan anggaran di kantor wakil presiden. Rapat tersebut memutuskan mengangkat Menteri Keuangan saat itu Sri Mulyani dan menteri-menteri lainnya sesuai Keppres.
“Ketua tim pengarah itu Pak Djoko Suyanto. Saya wakil, terus dibentuk panitia teknis dari 15 kementerian, mendampingi, terus saya lapor ke KPK, saya presentasi di sini,” kata Gamawan Fauzi usai diperiksa di KPK.
Saat presentasi di KPK, Gamawan Fauzi mengaku disarankan KPK agar didampingi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang saat itu dikepalai Agus Rahardjo yang kini menjabat ketua KPK.
“Saya minta untuk mengawasi di sini, kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus (Rahardjo) kepalanya,” kata dia.
KPK Tetapkan 2 Tersangka.
KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada 2011-2012. Keduanya yakni mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2 triliun akibat korupsi pengadaan e-KTP dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun. (trbn/A11)