Keberhasilan KPK membongkar aksi sinetron Setya Novanto, harus diberi diapresiasi tinggi. Semoga saja sejak saat ini, Papa tidak bisa berkeliaran dengan bebas lagi.
PinterPolitik.com
Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya kepleset juga….
[dropcap]S[/dropcap]eperti itulah akhir melodrama yang dilakoni Papa. Akibat ide cerita yang kurang kreatif serta sutradara yang kurang berani, adegan sinetron “Kejarlah Papa” pun berakhir anti-klimaks.
Padahal biaya pembuatannya cukup mahal, karena melibatkan satu mobil Fortuner ringsek dan tiang lampu yang gagal berakting menjadi tiang listrik. Semua cuma gara-gara pemain utamanya kurang berani menjiwai peran, karena menolak terlihat lebih babak belur lagi.
Padahal, kalau Papa bersedia dibocorkan kepalanya dan dipatahkan kakinya, tentu akan membuat penonton sedikit bersimpati padanya. Apalagi bila adegannya dibuat lebih tragis, seperti mobilnya jatuh ke dalam jurang lalu meledak. Wah, tentu akan lebih mendebarkan lagi.
Sayangnya, ide cerita dengan kronologi dangkal yang dilakoni Papa, membuat penonton Indonesia mencela. Lebih kecewanya lagi, andai KPK sebagai tokoh protagonis bertindak terlalu klise, yaitu dengan percaya begitu saja pada alasan para buronan.
Resmi Ditahan @KPK_RI , @Jokowi Enggan Bantu Papa @sn_setyanovanto https://t.co/5GtGdJvQ4i
— #PemudaZamanNow (@AlFathF4t1h) November 21, 2017
Tapi untungnya, para pemburu yang ada di KPK sudah hapal betul teori tiga babak koruptor, apalagi kalau bukan kabur, pura-pura sakit, atau hilang ingatan. Jadi, sebelum kecele dan menjadi sasaran hinaan penonton, mereka pun melakukan antipasi.
Tanpa diduga, KPK sudah mencium gelagat kalau Papa akan melakukan trik lamanya lagi. Karena itu, mereka akhirnya mendatangi kelompok yang isinya para petinggi dokter. Dengan kerjasama profesional keduanya, bahkan rumah sakit pun tak bisa berkutik.
Berkat kelihaian KPK yang mendekati para dokter independen juga, mereka mendapat riwayat kesehatan Papa yang sebenar-benarnya. Akibatnya, sandiwara Papa pun berakhir sebagaimana seharusnya. Para penonton riang gembira dan para pemburu KPK juga bisa bernapas lega. Sang cicak ternyata mampu restorasi jalan cerita.
Sejatinya koruptor tempatnya memang dipenjara, karena itulah yang hakiki dari nasibnya. Para koruptor boleh saja berubah menjadi tupai yang melompat-lompat, tapi dengan kerjasama antara cicak dan pepohonan, para tupai akan kepleset juga pada akhirnya. Semoga terpleset-nya Papa, dapat diikuti oleh tupai-tupai lainnya. Hajar terus KPK! (R24)