Kasus penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan, hingga kini masih juga belum jelas. Karena itulah, Jokowi mengirimkan “ancaman” pada Kapolri.
PinterPolitik.com
“Orang yang membiarkan adanya penindasan, berbagi kejahatan yang sama.” ~ Desiderius Erasmus
[dropcap]S[/dropcap]udah sepuluh bulan lamanya, kasus kekerasan yang menimpa Penyidik KPK Novel Baswedan terjadi. Namun hingga kini, kasusnya masih simpang siur di tangan Kepolisian. Dari berbagai sinyalemen, kelihatannya jajaran Kepolisian agak “setengah hati” mendalami kasus ini. Hmmm, karena masih ada rasa perseteruan kah?
Di awal-awal, masyarakat sendiri sebenarnya sudah ikut “menekan” Polri untuk segera menyelesaikan kasus ini. Memberantas teroris kelas internasional aja bisa, masa persoalan perseorangan doang lama banget? Tak heran kemudian jadi banyak spekulasi yang beredar, seolah kasusnya mengandung misteri. Hiii, kayak cerita mistis aja sih.
Polemik semakin bergulir, ketika Novel sendiri ikut menekan Polri dengan mengatakan kalau pelakunya adalah para petinggi di lembaga negara tersebut. Wedeew, langsung aja tudingan ini jadi kontroversi besar. Bahkan pihak Kepolisian sendiri menantang Novel untuk memberikan bukti-bukti.
Gara-gara disinyalir ada “apa-apanya” inilah, sejumlah pihak menyarankan Jokowi untuk membuat suatu Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Salah satunya adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak. Menurutnya, Polri sepertinya tidak sungguh-sungguh ingin menuntaskan kasus Novel.
Presiden @jokowi terlihat sudah pontang panting menghadapi peristiwa penyerangan “.mistrius” Novel Baswedan bahkan info nya POLISI federal australia.saja sdh angkat tangan., kenapa KAPOLRI tdk mampu.mengungkap kasus ini ?
— David Ridwan Betz (@davidridwanbetz) February 20, 2018
Soalnya aneh aja, masa sih Polri malah meminta balik korban untuk menunjukkan bukti-bukti? Lhoo, kan yang investigasi Polri, napa malah minta bukti? Harusnya bukan minta dong, cariii… hadeuuuh. Komisioner KPK aja jadi ikutan sebel. Eh jangan sampai ya, Novel yang seorang korban malah dijadikan korban dua kali.
Hmmm, jadi korban sekali aja Novel harus bolak balik berobat ke Singapura, gimana sampai dua kali. Lagian polisi sensi amat sih dituding begitu, harusnya kan malah jadi semangat menangkap si pelaku. Kalau memang bukan petinggi Polri, buktikan dong! Kalau ternyata engga ada hubungannya dengan Polri kan, semua orang tetap senang.
Gara-gara Polri masih terkesan jadi undur-undur dalam kasus Novel ini, Jokowi pun jadi ikut geregetan. Gimana enggak, kalau Tito gagal, kan yang kena cela Jokowi lagi. Pokoknya semua salah Jokowi deh, ingetkan? Maka itu, presiden pun ngancam Kapolri. Hmm, kalau sampai nyerah, Jokowi sendiri yang bakal turun tangan. Wiiw, hati-hati deh Pak Tito! (R24)