“Kalau pada akhirnya cinta yang kau kejar tak pernah berbalik arah dan menatap mu, maka saat itulah kau yang harus berbalik arah dan menatap orang yang mengejarmu.” ~ Anisa Nurul Azizah
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]ada awalnya Rizieq dan Kapitra menjadi dua sejoli yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi ketika Rizieq tersandung kasus dugaan percakapan berkonten pornografi dan kasus dugaan penghinaan Pancasila. Wahh, pokoknya Kapitra menjadi salah satu sosok setia yang selalu mendukung Rizieq. Namun sayangnya, keharmonisan itu kini tingggal kenangan.
Rizieq tak mau menerima Kapitra yang secara mengejutkan menjadi caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ia kecewa dan memutuskan hubungan dengan Kapitra. Lalu apa yang terjadi kemudian? Rizieq berpindah hati ke Prabowo.
Ya, sejak awal Kapitra sudah jatuh hati dengan sang Habib, dan menginginkan agar Rizieq maju di Pilpres 2019. Tak tanggung-tanggung, meski Kapitra kini resmi menjadi kawanan para “kecebong”, ia tetap ingin mendukung Rizieq ketimbang siapa pun itu, termasuk capres yang diusung partainya sendiri.
Apa daya, Rizieq bukanlah calon yang dipilih para ulama dalam acara Ijtima Ulama Jumat lalu. Rizieq bahkan secara gamblang menyatakan dukungannya untuk Prabowo.
Tidak, Rizieq tidak akan maju pilpres, tidak pula para ulama lainnya. Yang maju akhirnya tetap para politisi-politisi itu. Oh, sungguh tragis…
Pupus sudah harapan Kapitra. Ia patah hati. Ia merasa ada yang salah dengan keputusan GNPF-Ulama. Dia pun mulai menduga-menduga, apakah selama ini partai politik yang mengikuti aksi bela Islam telah memanfaatkan GNPF-Ulama demi mendapat dukungan dalam mencalonkan pimpinan partainya menjadi presiden.
Ia sangat kecewa mengapa bukan ulama yang didukung. Ia juga kecewa mengapa partai politik yang selama ini ada tidak mau mengikhlaskan jatah mereka untuk ulama. Kapitra tampaknya curiga bahwa gerakan yang ada hanya ditunggangi oleh elite-elite partai tersebut.
Cinta bertepuk sebelah tangan, begitulah adanya. Marah? Terlihat jelas ia marah! Dia tidak ingin Prabowo menang. Akhirnya ia pun mendukung Jokowi untuk melawan Prabowo di medan perang. Kini, sungguh jelas, Kapitra telah menjadi “kecebong” yang amat sangat kaffah, murni, tanpa tapi, seperti yang sudah-sudah. (E36)