“Keberagaman selalu menjadi bagian dari DNA Indonesia. Meskipun banyak tantangan, Islam di Indonesia selalu menjadi kekuatan yang moderat”. ~ Presiden Joko Widodo.
PinterPolitik.com
[dropcap]G[/dropcap]uys, kalian tau gak nih, kalau Presiden Jokowi masuk dalam daftar 500 tokoh muslim dunia paling berpengaruh loh, versi Royal Islamic Strategic Studies Center. Wow, warbyasah kali presiden kita yang satu ini. Dan gak tanggung-tanggung, Presiden Indonesia ini menempati posisi 16, mengungguli yang lain. Mantap jiwa.
Ada yang senang dengan hal ini? Banyak! Ada yang gak suka dan masih nyinyir? Ada, lebih banyak malah, buahahaha. Tau gak sih, informasi ini tuh gak banget bagi para pecinta tagar #2019GantiPresiden. Ya secara kan mereka memang udah dislike sama sosok Presiden yang katanya planga plongo ini.
Emang kalau dipikir-pikir, seperti apa sih indikator penilaiannya sehingga Pakde Jokowi bisa menempati posisi 16 dari 500 tokoh dunia lain? Padahal nih ya kalau kita perhatikan, di Indonesia -semasa kepemimpinan Pakde Jokowi- banyak tuh preseden buruk kasus konflik agama berbau SARA.
Artinya apa masih pantas Presiden kita yang satu ini berada di urutan 16, sedangkan kenyataannya masih banyak permasalahan agama di akar rumput? Eits, tunggu dulu, konflik horizontal yang berbau SARA atas nama agama yang selama ini terjadi di Indonesia bisa aja ada unsur politisnya loh.
Serangan politis kan bermacam-macam bentuknya. Salah satunya adalah membunuh citra lawan politik dengan beragam tudingan ini-itu. Ya misalnya seperti menuduh Presiden kita sebagai sosok yang anti Islam lah, antek Aseng lah, keturunan PKI lah. Wah apa lagi ya, sok atuh ditambahin lagi, hahaha.
Dan menariknya nih ya, lembaga penelitian independen seperti Islamic Strategic Studies Center ini gak terkontaminasi kepentingan politis. Jadi seluruh hasil penelitiannya kredibel dan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi kalau menurut mereka Pakde Jokowi layak di posisi 16, ya itu karena memang pantas. Kalau kata almarhum Gus Dur, ‘Gitu aja kok repot!’
Jadi sekalipun ada lawan politik yang berupaya memanipulasi cara pandang masyarakat tentang agama (Politisasi Agama) dengan tujuan mendeskreditkan citra seseorang pemimpin dalam sebuah negara, ya tetap saja kebenaran akan muncul dengan sendirinya. Seperti halnya yang dikatakan filsuf Desiderius Erasmus (1466-1536), ‘By burning Luther’s books you may rid your bookshelves of him, but you will not rid men’s minds of him.’ (K16)