“Joko Widodo dipersepsikan sebagai tokoh yang merakyat, sementara Prabowo dipersepsikan sebagai tokoh yang tegas dan dari TNI.” ~ Hasanuddin Ali, Direktur Eksekutif Alvara Research Center
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]residen Jokowi seolah tak terkalahkan, karena masih mencatatkan namanya di papan skor puncak elektabilitas beragam lembaga survei.
Selain itu, Jokowi masih dibayang – bayangi tokoh yang sama, ehmm iya sama, sama seperti Pemilihan Presiden 2014 lalu. Dengan kata lain, label penantang terkuat Jokowi masih dipegang Prabowo Subianto.
Ciye Prabowo sukses mempertahankan posisinya dan masih didaulat sebagai penantang terkuat Jokowi, weleeh weleeh. Itu sih baru menurut survei Alvara Research Center.
Tapi, kayaknya tak elok kalau Pilpres 2019 mendatang harus melulu tentang Jokowi dan Prabowo, nanti jadi ajang nostalgia dong, hadeuuh. Emangnya negeri ini punya mereka berdua aja, heuhh.
Mengingat sebenarnya masih ada tokoh lain yang membayangi dua tokoh terkuat itu, uppss, walaupun namanya tertinggal nun jauh di sana, weleeeh weleeh. Ahh syudahlah, tinggalkan saja mereka yang masih jauh itu, uhuuk uhuuuk.
Tapi kiranya, apa sih yang membuat Jokowi dan Prabowo diperhitungkan masyarakat, sampe – sampe keduanya selalu jadi topik pembicaraan di Hotel bintang lima sampai di kaki lima?
Desas – desusnya, Jokowi dinilai masih diperhitungkan masyarakat karena sosoknya yang sederhana dan merakyat. Ehmm, katanya sih begitu, weeleeeh weleeeh.
Nah, sementara penantang terkuatnya, Prabowo masih jadi sosok yang dilirik dalam kontestasi di Pilpres 2019, padahal kemaren sempet muncul wacana Prabowo yang akan mengurungkan niatnya untuk nyapres lagi.
Apa yang menjadi daya tarik Prabowo, kabarnya sih Prabowo dinilai bisa menjadi pemimpin yang tegas. Ehmm, wajarlah kan Prabowo latarbelakangnya militer, karakter begitu memang sudah melekat.
Maka dari itu, kalau kata Alvara Research Center, karakter merakyatnya Jokowi dan ketegasan Prabowo itulah yang menjadi pertimbangan masyarakat memilih pemimpinnya.
Kiranya, apakah masyarakat menyukai pemimpin yang merakyat atau pemimpin yang tegas? Rasanya masing – masing punya ciri khasnya tersendiri. Makanya, diskursus masyarakat jangan tergiring untuk ngotot milih salah satu begitu.
Sebab kalau udah ngotot nanti bisa berpotensi adanya perpecahan, masih inget kan gimana pertarungan Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2014 yang lalu? Masih terasa kan dampaknya?
Ehmm, makanya kalau tak mau ada potensi perpecahan, mengapa tidak kalau Jokowi dan Prabowo dipersatukan. Siapa tahu jadi kolaborasi yang ideal? Ehm, siapa tahu kan, weleeh weleeh.
Makanya kalau kata Nelson Mandela, pemimpin yang baik harus siap berkorban untuk memperjuangkan kebebasan rakyatnya.
Tuhkan, pemimpin yang baik itu yang siap berkorban untuk kebebasan rakyatnya. Makanya kalau masyarakat ngotot inginkan kolaborasi Jokowi – Prabowo, apa ada yang salah? Weleeeh weleeh. (Z19)