“Janganlah perubahan menjadi kemunduran salah kaprah, (jadi salah kaprah). Cegahlah kerusuhan yang akan merugikan kita semua, (jangan tambah susah),” – Rhoma Irama, Reformasi
Pinterpolitik.com
Sedih juga sih berbagai cita-cita demokratisasi dari reformasi belakangan ini sepertinya mau dikikis. Hal-hal seperti revisi UU KPK sampai rencana RKUHP baru memang jadi catatan miris bagi demokrasi Indonesia.
Ibarat kata, UU tersebut bukannya membuat Indonesia maju 20 tahun, tapi mundur ke 20 tahun yang lalu. Huft.
Nah, di balik kondisi yang berpotensi membalikkan berbagai amanat reformasi tersebut, ternyata justru ada wacana untuk memberikan gelar Putra Reformasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Loh kok bisa?
Wacana ini sebenarnya tergolong ironis jika melihat kiprah pemerintahan Jokowi dalam beberapa waktu terakhir. Oke, kita semua mengerti Pak Jokowi adalah produk demokrasi langsung yang bukan berasal dari pembesar-pembesar era Orba.
Di awal kemunculannya, ia juga sering dianggap sebagai tokoh reformis dengan berbagai kebijakannya yang mendobrak dan menggebrak.
Sayangnya, berbagai hal itu sepertinya akan luntur jika mengingat kiprah pemerintah dalam berbagai rancangan regulasi beberapa waktu terakhir. Akhirnya ya, jadinya banyak yang mempertanyakan sikap reformis Pak Jokowi apalagi kalau sampai harus dapat gelar Putra Reformasi segala.
Yang membuatnya tambah ironis adalah, pemberian gelar tersebut akan diberikan oleh Universitas Trisakti, kampus yang kerap dikenal sebagai kampus reformasi. Waduh, kalau sampai akhirnya jadi diberikan, apa gak kasian sama mahasiswa yang dulu harus jadi korban di tahun 1998? Kok, pemberian gelar putra reformasi diberikan ke era yang reformasi bisa digeser mundur?
Di luar itu, kalau diinget-inget lagi, sebenarny sudah ada tokoh yang lebih dahulu mendapatkan gelar terkait dengan reformasi. Siapa coba? Ya, siapa lagi kalau bukan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais.
Pak Amien ini memang dikenal sebagai salah satu tokoh yang sering disorot menjelang terjadinya reformasi 1998. Oleh karena itu, meskipun tidak pernah diberikan gelar secara resmi, mantan Ketua MPR ini kerap kali disebut sebagai Bapak Reformasi.
Nah, coba kita pikirkan, ada Bapak Reformasi, ada juga Putra Reformasi. Wah, kalau kayak gini, apakah jadinya hubungan antara Pak Amien jadinya bapak dan anak ya? Kalau beneran, ini tuh udah kayak kisah-kisah sinetron, anggota keluarga yang tak pernah berjumpa, dipertemukan di masa dewasa. Ckckck.
Apapun itu, mau Bapak, Putra, Om, atau Opa reformasi sebenarnya jadi gelar yang gak penting kalau si pemilik gelar itu gak konsisten sama cita-cita reformasi dan malah menarik mundur ke era sebelum reformasi.
Jangan sampai reformasi jadi gelar romantisme aja tanpa ada pembunktian. Pokoknya, kita lihat aja nih langkah Putra dan mungkin Bapak reformasi merespons dinamika RUU yang ada. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.