“Jakarta ini memang mahal-mahal kalau sakit, Pak Gub. Memang Jakarta mahal. Kita berharap kartu (BPJS) ini tidak digunakan. Artinya, masyarakat sehat semuanya. Jangan senang gunakan ini. Saya pun punya kartu nggak mau gunakan ini.” ~ Jokowi
PinterPolitik.com
[dropcap]G[/dropcap]ubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak bisa terhindar dari kritik yang disampaikan langsung Presiden Joko Widodo. Anies tak bisa lagi mengelak saat disindir perihal mahalnya biaya kesehatan di DKI Jakarta.
Memang harus diakui, biaya kesehatan di Jakarta menguras kocek yang sangat dalam, ehmm, ga kebayang kan, kalau pelayanan kesehatan hanya untuk orang yang punya uang? Makanya kalau mau sakit harus jadi orang kaya dulu, weleeh weleeeh.
Kalau kasusnya itu warga dari kalangan yang pra sejahtera sakit, mereka bisa apa? Ehmm, hanya diam menikmati sakit atau dapat penanganan yang super mewah.
Hussss, kalau dari kalangan pra sejahtera itu sakit, lebih baik menguburkan niatnya untuk sakit deh. Tahu sendiri kan, pelayanan kesehatan Jakarta hanya untuk orang – orang berduit, ehmm weleeeh weleeeh.
Kan udah tahu nih, masalahnya itu biaya kesehatan di DKI Jakarta mahal, rasanya perlu ada solusi yang terbaik. Kiranya Presiden Jokowi punya saran dan solusi apa? Weeeiittss, kartu sakti, uhuukk uhuuuk.
Ehmm, dulu kan pernah jadi Gubernur DKI ya walaupun ga selesai, ehhh sejak jadi Presiden punya saran berbobot juga untuk kesehatan. Weleeeh weleeeeh.
Diantaranya, ada beberapa program dari Pemerintah Pusat maupun Daerah yang sudah nyaring di telinga, JKN dan KIS yang ditanggung melalui BPJS Kesehatan.
Mengejutkan, walaupun banyak kartu sakti untuk menangani persoalan kesehatan, Presiden Jokowi menyarankan masyarakat tidak menggunakan kartu sakti itu. Lahhh ngapain dibikin dan dibagikan ke masyarakat kalau ga boleh dipake.
Kan BPJS itu dibayar dengan iuran masyarakat, jadi kenapa juga Presiden Jokowi menyarankan ga usah pake kartu sakti itu untuk berobat?
Usut punya usut, ternyata kalau sakit di Jakarta itu biaya pengobatannya mahal, jadi jangan sakit ya.
Apalagi orang yang miskin, kayaknya sudah ditegaskan dilarang sakit ya nanti dikhawatirkan jadi beban negara, weleeeh weleeeh.
Kalau kata Najwa Shihab, terkadang pelayanan publik dibisniskan, urusan warga jadi dagangan. Orang miskin jadi korban, lantaran dianggap hanya diam.
Nah, kalau kasusnya begini terus kapan si miskin bisa nyobain ‘sakit’? weleeh weleeeh. (Z19)