“Dahulu terasa indah, tak ingin lupakan. Bermesraan selalu jadi satu kenangan manis,” – Ada Band, Manusia Bodoh
Pinterpolitik.com
Dalam setiap kisah sukses suatu figur, selalu ada kisah tentang orang-orang dekat yang membersamai figur tersebut tatkala masih berjuang. Sayangnya, di antara kisah-kisah tersebut, terkadang orang dekat yang ada di saat susah itu dilupakan sang figur ketika telah meraup kesuksesan.
Tengok saja kisah Malin Kundang, dulu ketika sebelum merantau ia punya sosok ibu yang menyokong dan mendoakannya. Sayang, ketika ia sudah di puncak kesuksesan ia malah lupa dengan sang ibu sehingga berujung dengan kutukan. Duh, Malin.
Kisah semacam ini boleh jadi akan terulang pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Jangan berburuk sangka dulu, hubungan ini bukan hubungan anak-ibu atau soal durhaka dan kutukan. Ini adalah kisah Jokowi dan KPK yang mungkin tak lagi benar-benar mesra.
Jadi, pada zaman dahulu kala, di tahun 2014, Jokowi adalah sosok reformis yang ingin menciptakan terobosan baru di pemerintahan Indonesia. Berbagai inisiatif baik dilakukan, termasuk dalam urusan pemilihan menteri-menteri di kabinetnya.
Dulu Jokowi memutuskan menteri bersama KPK, sekarang... Share on XDi sinilah kisah itu bermula, sebagai sosok reformis, Jokowi merangkul KPK untuk memberikan nasihat untuk memilih orang-orang terbaik di kabinetnya. Kala itu, KPK memberikan rapor untuk calon-calon menteri sehingga hanya orang terbaik saja yang terpilih jadi menteri. Akur ya.
Sayangnya, ternyata hal itu hanya menjadi kisah lalu. Seperti kisah-kisah orang sukses yang lupa dengan orang dekatnya dulu, Jokowi juga sepertinya akan mencampakkan KPK untuk urusan pemilihan menteri. Miris ya, di tengah Jokowi yang sukses secara politik, KPK ternyata dilupakan perannya. Hiks.
Alih-alih masih ingat dengan peran KPK di pemilihan menteri tahun 2014, Pak Jokowi sekarang malah tak punya suara khusus terkait dengan peran KPK di pemilihan menteri tahun ini. Yang muncul malah suara utama dari Istana belakangan ini, Ali Mochtar Ngabalin.
Kata-kata Pak Ngabalin ini boleh jadi akan menyakitkan buat KPK. Jadi tenaga ahli KSP ini bertanya ke KPK, “hei, ada urusan apa ini?”
Mungkin iya, tak ada peraturan formal kalau memilih menteri itu harus melibatkan KPK. Tapi, sebagai sosok yang dulu tergolong reformis dan dekat dengan KPK, hal ini cenderung menyakitkan. Apakah ketika pemerintahan Jokowi sudah sukses menuju periode kedua, KPK jadi dilupakan?
Memang, KPK ini bernasib benar-benar sial. Selain dicampakkan untuk urusan pemilihan menteri, KPK sebelumnya juga sudah disakiti dengan revisi UU KPK dan pimpinan KPK kontroversial. Sedih ya.
Nah, kalau melihat lagi cerita Malin Kundang, sosok yang dicampakkan ini punya kekuatan untuk mengekspresikan kesedihannya. Semoga KPK tidak sampai harus menggunakan kekuatannya ini ya untuk penghuni kabinetnya Pak Jokowi nanti. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.