Wacana mengajukan kembali Jusuf Kalla sebagai cawapres Jokowi menjadi polemik, kenapa ya?
PinterPolitik.com
“Mengenali orang adalah kepandaian; mengenali diri sendiri adalah kebijakan sebenarnya. Memahami orang lain adalah kekuatan, memahami diri sendiri adalah kekuasaan yang sebenarnya.” ~ Lao-Tzu
[dropcap]B[/dropcap]erada di kursi pimpinan, walaupun hanya sebagai wakil, memang menyenangkan. Dihormati semua orang, keinginannya selalu dituruti, dan apa yang ingin kita lakukan bisa segera dilakukan. Siapa sih yang enggak suka punya kekuasaan besar seperti itu? Udah itu, membawa banyak peruntungan dan kekayaan lagi.
Jadi enggak heran kalau orang yang biasa memimpin, terus enggak memimpin lagi, bisa kena yang namanya post power syndrome. Sindroma ini, umumnya menghinggapi mereka yang “belum rela” lepas dari kekuasaannya. Hmm, kabarnya sih Mantan Perdana Menteri Inggris Margareth Thacher sempat mengalaminya. Kalau di Indonesia, kira-kira ada enggak ya?
Sulitnya melepas begitu saja “kekuasaan” ini, juga sempat dinyatakan Jusuf Kalla (JK). Tapi, walau PDI Perjuangan tertarik untuk menyandingkan kembali Jokowi dengan dirinya di Pilpres nanti, JK sepertinya sadar kalau tidak akan mungkin terjadi. Selain usianya yang sudah sepuh, secara konstitusi juga sepertinya susah ya.
Walaupun ada yang bilang kalau undang-undangnya masih multi tafsir, tapi KPU sendiri udah bilang enggak boleh. Kalau dipikir-pikir, kenapa ya PDI Perjuangan – khususnya Megawati Soekarnoputri keukeuh mencalonkan kembali JK? Emangnya di Indonesia ini enggak ada tokoh yang lebih muda lagi apa? Jangan-jangan….
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN:
Kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) #RilisPoltracking #Surnas #Pilpres2019 pic.twitter.com/msYONoRlbm— POLTRACKING (@poltracking) 18 Februari 2018
Coba kita lihat, selama tiga tahun mewakili Jokowi, sepertinya JK kurang banyak berperan. Paling sering sih, jalan-jalan mewakili Indonesia ke luar negeri. Sementara dari sisi ekonomi yang merupakan bidangnya JK dan porsinya sebagai wapres, terbukti enggak banyak memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Seolah-olah yang berperan banyak malah Menteri Keuangan Sri Mulyani, sementara Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution jauh tenggelam namanya. Mungkin ini yang menyebabkan rakyat Indonesia kerjaannya dikerukin melulu duitnya, sementara lapangan kerja dan daya beli semakin lemah saja persentasenya.
Dengan kondisi yang kayak gini, orang yang paling bertanggung jawabkan seharusnya ya Wapres. Tapi JK sendiri sepertinya enggak merasa bersalah tuh, kayaknya semua kesalahan jatuhnya akan selalu ke Jokowi. Dan herannya, Jokowi kok manut-manut aja ya? Hmmm, ini kan aneh. Atau jangan-jangan, selama ini emang semua yang ngatur Jokowi? Terus JK ngapain aja dong? (R24)