“Ada yang hidup glamour, terkadang lebih besar pasak daripada tiang, apakah bisa nyaman dan tenang dengan keadaan ini?”
PinterPolitik.com
[dropcap]N[/dropcap]ominal APBD DKI Jakarta memang cukup besar, sampai menyentuh Rp 77 triliun. Tak hanya karena faktor kebutuhan yang banyak, tapi suatu kewajaran karena Jakarta adalah ibukota Indonesia.
Sekitar 70 persen perputaran uang nasional terjadi di Jakarta. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta juga yang terbesar di Indonesia. Maka, sempat terdengar istilah: semakin banyak pemasukan, semakin banyak juga pengeluaran.
Wedeew kalau begitu sih bisa saja karena terbawa hasrat ingin beli ini dan itu. Makanya, agak sulit bicara tentang penghematan.
Perilaku boros dan menghambur-hamburkan uang memang tak perlu dilakukan, apalagi sekelas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mungkin junlah APBDnya jauh berkali-kali lipat dibandingkan daerah lainnya.
Tapi semenjak rancangan dan pembahasan APBD DKI, aroma pemborosan sudah tercium. Maka, banyak reaksi yang muncul ke permukaan.
Diawali renovasi kolam ikan, tingginya dana untuk partai politik, penghapusan TGUPP oleh Kemendagri dan sampai pada sindiran Menteri Keuangan yang menyoroti perjalanan dinas yang nominalnya tiga kali lipat lebih besar dibandingkan standar nasional.
Wadezigggg, ini sih namanya pemborosan. Jangan karena punya potensi dana yang banyak jadi serampangan mengelola uang.
Harus hemat dong, jangan asal-asalan main hamburkan saja weleeeh weleeeeh.
Untuk perjalanan dinas standar nasional aja palingan perhari-nya Rp 480 ribu. Sementara, perjalanan dinas Pemprov DKI perharinya dianggarkan sampai Rp 1,5 juta. Hmmm, mending jalan-jalan aja terus daripada di kantor mulu wkwkwk.
Demen banget liburan kayanya ya wkwkwk
Entah sensasi apa yang ingin dibuat, setidaknya ada dua mata anggaran yang nilainya lebih besar dari anggaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Pemprov DKI ingin jadi ‘Pemerintah Pusat Tandingan’ kali ya weleeeh weleeeh. Pantesan kalau ada istilah Gubernur DKI itu RI 3. Hmmm.
Jangan sampai di suatu saat nanti sumber dana menipis dan tak memadai, Pemprov DKI kaget dan ga sanggup menanggung gengsi. Weleeeeh weleeeehhh.
Ada sebuah pepatah umum untuk Pemprov DKI, gunakan uang sesuai dengan apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan weleeeh weleeeh. (Z19)