Site icon PinterPolitik.com

Indonesia Budak Siapa, Mbah?

Indonesia Budak Siapa, Mbah?

Foto: istimewa

Ribut-ribut reklamasi teluk Jakarta memang tak lengkap tanpa komentar-komentarnya! Ibaratnya pertandingan sepakbola, mungkin mirip-miriplah dengan Valentino ‘Jebret’ yang komentarnya selalu pecah!


PinterPolitik.com

[dropcap]S[/dropcap]ilang sengkarut pro kontra reklamasi teluk Jakarta memang menjadi ‘hiburan’ politik paling menjual. Setidaknya topik tersebut menjadi isi halaman depan koran-koran pagi beberapa minggu terakhir.

Persoalan ini juga mengundang komentar dari berbagai pihak, mulai dari tukang ledeng sampai pengusaha dendeng, hingga ibu-ibu rumah tangga dan tukang gorengan di pinggiran stasiun Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Komentar juga datang dari Mbah Amien, seorang Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional dan aktivis yang masih terus bersuara walau badannya telah jadi renta. Sok puitis kayak Ebiet G. Ade! ‘Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras’!

Menurut Mbah Amien, reklamasi teluk Jakarta ini membuat Indonesia menjadi jongos atau budak negara asing. Program ini menjadi jalan bagi Tiongkok untuk memperbudak Indonesia. Apalagi, peruntukan pulau-pulau reklamasi itu juga masih tidak jelas.

Mbah Amien menyebut kebijakan Tiongkok yang disebutnya dengan istilah ‘obor’ alias one belt one road tidak akan banyak menguntungkan Indonesia. Bahkan Indonesia-lah yang akan tersandera dalam kepentingan Tiongkok ini.

Hmm, masuk akal juga sih. Setiap negara memang selalu punya kepentingan masing-masing yang diupayakan bisa terwujud dalam program kerja sama dengan negara lain. Sebagai salah satu orang yang pernah membaca diktat Mbah Amien waktu kuliah dulu, Abdul paham maksud Mbah Amien tersebut.

Tapi, apa benar hanya karena negara kita ini banyak bekerja sama dengan Tiongkok, lantas kita menjadi budak Tiongkok? Emang kalau kerja samanya dengan Amerika Serikat kita nggak jadi budak mereka juga?

Sama Jepang gimana? Jalanan kita aja sudah dijajah sama Jepang loh! Kalau kata guru geografi Abdul yang namanya Pak Kristo: “We are in Java, but we have Japanese street”. Lihat saja isi jalanan negara ini, hampir semuanya adalah merek-merek Jepang!

Woi, reklamasi soal yang berbeda! Jangan dibandingin sama jalan!

Kritik Mbah Amien memang perlu diperhatikan. Apakah benar reklamasi itu diperuntukan bagi program ‘obor’ Tiongkok? Atau, jangan-jangan Mbah Amien berbicara begitu mewakili kelompok-kelompok yang kalah tender? Eh?

Hmm, bola makin panas! Ini aja mulai muncul desas-desus Pakde sampai diminta mundur segala kalau terbukti pernah mengizinkan reklamasi!

Makin gawat lah ini kalau sudah sampai segitunya. Apalagi yang terlibat ada menteri, gubernur, pengembang, presiden pula, dan tentu saja Mbah Amien. Jadi makin hot, kayak sambel gorengnya Mak Ijah, pedagang nasi uduk langganan ane!

Ah, republik!

(S13)

 

 

Exit mobile version