“Rasa perseorangan sikap warga ibu kota, rasa kebersamaan sudah memprihatinkan. Hidup selalu terburu-buru, seakan-akan dikejar waktu. Di ibu kota, di ibu kota, di ibu kota”. – Rhoma Irama, Ibu Kota
PinterPolitik.com
[dropcap]R[/dropcap]ibut-ribut soal wacana pemindahan ibu kota emang menggusur pemberitaan dan isu Pemilu 2019 ke halaman belakang beberapa media massa. Apa mau menggantikan opini dan perbincangan di masyarakat ya dengan menggulirkan wacana ini?
Setidaknya itulah dugaan yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Kata doi, isu pindah ibu kota ini hanya pengalihan isu dan sekadar isapan jempol. Nanti juga reda sendiri dari pemberitaan.
Beh, Bang Fadli udah punya kemampuan prekognisi alias melihat masa depan nih. Itu loh, kemampuan kayak yang dimiliki oleh tokoh protagonis di film Final Destination yang bisa memprediksi kejadian-kejadian tertentu di masa depan. Ngeri bang. Hehehe.
Nah, selain ngomongin soal pengalihan isu, Fadli juga berseloroh bahwa lama-lama ibu kota Indonesia bisa pindah ke Beijing! Wih, ini prekognisi lagi nih bang? Atau nyindir? Upppss.
Hmm, tapi bisa jadi benar loh apa yang dibilang sama Fadli. Soalnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro bilang bahwa anggaran pindah ibu kota yang diprediksi mencapai Rp 466 triliun, hanya sedikit yang diambil dari APBN.
Lha terus dari mana sebagian besar dananya?
Jangan bilang mau menambah utang nih buat pembiayaan pembangunan ibu kota baru? Terus utangnya dari Tiongkok yang sama Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dibilang “duitnya murah” karena bunganya kecil? Share on XKata doi, dananya bisa bersumber dari BUMN, swasta, atau dari kerja sama pemerintah.
Hmm, mencurigakan. Jangan bilang mau menambah utang nih buat pembiayaan pembangunan ibu kota baru? Terus utangnya dari Tiongkok yang sama Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dibilang “duitnya murah” karena bunganya kecil?
Kalau bener kayak gitu, wah terbukti dong apa yang dibilang sama Fadli. Itu mah sama aja ngasih Beijing buat “menguasai” ibu kota. Soalnya there is no free lunch, bray. Nggak ada makan siang yang gratis.
Bayangin aja jika biayanya itu diambil dari utang ke Tiongkok, terus suatu saat Indonesia gagal bayar. Nah, apa dong yang jadi jaminan? Proyeknya? Itu sama aja “ngasih” ibu kota Indonesia untuk Tiongkok cuy.
Hal ini terjadi di banyak negara loh, misalnya di Sri Lanka dan beberapa negara Afrika. Mereka minjem duit dari Tiongkok untuk pembangunan infrastruktur. Nah, pas infrastrukturnya jadi, mereka nggak bisa balikin duit yang dipinjam tersebut.
Akibatnya infrastruktur yang dibangun – misalnya bandara, jalan tol dan pelabuhan – diambil alih oleh Tiongkok. Ini namanya Money Trap alias perangkap uang.
Beh, ngeri-ngeri sedap. Bayangin aja kalau suatu saat Indonesia gagal bayar utang pembiayaan pindah ibu kota, terus ibu kotanya disita Tiongkok, di mana harga diri kita?
Kolonialisme gaya baru mah ini namanya. Berarti kata-katanya Bang Fadli ada benarnya.
Emang sih, pembangunan infrastruktur penting untuk kemajuan bangsa. Tapi, kalau ujung-ujungnya lebih banyak mudaratnya untuk masyarakat, masa harus minta Atta Halilintar koprol-koprol biar ABG-ABG pada bilang: Ahsyiappp! Nggak pakai “pleciden” loh ya. Upps.
Ah, emang negara +62! (S13)