Peredaran berita bohong (hoax) di media sosial semakin tak terbendung. Berita-berita ini memuat berita yang dapat memicu perpecahan serta kebencian dalam masyarakat. Bukan Indonesia saja yang kewalahan menghadapi hoax, negara-negara lain pun belakangan ikut menyatakan perang dengan “wabah” dunia maya ini.
pinterpolitik.com – Rabu, 1 Februari 2017.
JAKARTA – Di Indonesia, seruan untuk memerangi hoax sudah dideklarasikan dan berulang-ulang ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo. Berbagai upaya dilakukan, seperti merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan membuka kanal-kanal informasi untuk memudahkan masyarakat melakukan pelaporan akan adanya media-media palsu dan penyebar hoax.
Tindakan sama juga dilakukan Singapura yang baru-baru ini memblokir sebuah situs palsu keimigrasian. Selasa (31/1) lalu, The Immigration and Checkpoints Authority (ICA) mengeluarkan peringatan bagi penggunanya, setelah ditemukan adanya website ICA. Hanya dalam beberapa hari, website tersebut langsung diblokir pemerintah.
Sementara Jerman jauh lebih keras dan ketat dalam memerangi hoax. Pemerintah Jerman tak hanya memblokir situs penyebar berita hoax namun juga memberikan denda pada pembuat situs tersebut. Peraturan yang kemungkinan besar akan diadaptasi pula di Indonesia.
Tak bisa dipungkiri, media massa digital dan media sosial (medsos) adalah wadah paling besar penyebaran hoax. Untuk mengawasi dan membatasinya juga tidak mudah karena kedua media ini bersifat maya.
Dalam hal ini, Facebook dan Google mau tak mau harus ikut bertanggung jawab dalam mengatasinya. Mark Zackerberg sendiri sudah menyatakan keikutsertaannya dalam memerangi hoax. Google juga mengatakan bahwa pihaknya sudah dan sedang mengembangkan algoritma khusus untuk mengatasi penyebaran hoax di internet.
Saat ini, setiap orang bebas dan dapat membuat website sendiri atau memiliki akun medsos lebih dari dua dengan identitas palsu. Sehingga banyak yang menganggap pemblokiran bukan cara yang efektif dalam penyebaran hoax.
“Masalah hoax tidak akan selesai dengan pemblokiran. Saya mengajak semua untuk tidak meramaikan hoax,” terang Menteri Komunikasi dan Informasi Ruadiantara, beberapa waktu lalu.
Menkoinfo mengajak masyarakat untuk memeriksa apakah informasi yang dibaca hoax atau bukan, dengan memeriksanya di kanal turn back hoax. Melalui kanal ini, masyarakat akan mampu memilah dengan hanya membaca berita dari website-website yang sudah diklarifikasi Menkoinfo. (Berbagai sumber/R24)