HomeRagamHelikopter AW 101, Siapa yang Beli?

Helikopter AW 101, Siapa yang Beli?

Kecil Besar

Di akhir tahun 2015, Presiden Joko Widodo menolak rencana pembelian Helikopter AgustaWestland (AW) 101 untuk digunakan sebagai kendaraan VVIP Kepresidenan. Tapi setahun kemudian, ternyata pesawat tersebut tiba di Indonesia. Banyak pihak yang terkejut dengan kedatangan heli tersebut, siapa yang membelinya?


pinterpolitik.com

JAKARTA  Beberapa hari lalu, Bandara Halim Perdana Kusuma kedatangan helikopter canggih dan mewah yang dikenal dengan AW 101 dari Inggris, kabarnya heli ini akan masuk sebagai jajaran Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Masalahnya, Panglima TNI Gatot Nurmatyo mengaku terkejut karena sebenarnya pembelian pesawat ini telah dibatalkan.

Menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Senin (6/2), walau dibatalkan namun dana pembelian AW 101 telah dibayarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memfasilitasi Sekretariat Negara.  Karena sudah terlanjur dibayar, maka pengadaannya dialihkan sebagai Alutsista TNI, salah satunya sebagai angkutan pasukan serta Search and Rescue (SAR) tempur.

“Kemenkeu kalau untuk menfasilitasi Kepresidenan langsung ke Setneg. Jadi pada pembayaran, Panglima tidak tahu, Kemenhan tidak tahu, hanya Setneg saja yang tahu,” katanya.

Namun keterangan Ryamizard ini ditampik oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto. Menurutnya, pembelian helikopter itu berasal dari TNI AU bukan Setneg. “Saya tegaskan, anggaran yang digunakan untuk pembelian helikopter AW 101 adalah anggaran AU bukan Setneg,” tegasnya di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (7/2).

Hadi mengatakan, heli tersebut dipesan pada era KSAU sebelumnya, yaitu Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Selain itu, proses pengadaannya pun dilakukan oleh TNI AU dengan sepengetahuan Kementerian Pertahanan yang menjadi kementerian induk tiga matra TNI, yaitu TNI AU, TNI AL, dan TNI AD.

Menyangkut pengadaan pesawat senilai US$ 55 juta atau Rp 761,2 miliar per unit ini, sebenarnya juga bertentangan dengan instruksi presiden terkait pengetatan anggaran belanja negara. Oleh karena itu, Hadi mengaku telah membentuk tim investigasi untuk mengetahui apakah dalam proses pemesanannya ada pelanggaran yang terjadi.

Namun Hadi tidak merinci apakah tim investigasi internalnya bersinergi dengan tim investigasi yang dibuat oleh Panglima TNI atau tidak.

Helikopter AW 101 termasuk canggih dikelasnya, karena memiliki ruangan kabin cukup luas, sehingga bisa mengangkut penumpang sampai 30 orang. Badan pesawatnya memiliki lapisan pelindung anti serangan misil. Dengan kecepatan maksimal 278 km/jam, AW 101 mampu menembus jarak hingga 1.360 km.

“Hingga hari ini, pesawat tersebut belum diserahterimakan ke TNI AU,” lanjut Hadi yang enggan mengungkap berapa unit heli yang dibeli. Ia juga belum bisa menjawab apakah pembeliannya masih bisa dibatalkan atau tidak, terkait adanya masalah di dalam negeri.

Kalaupun dapat dibatalkan pembeliannya, tentu Indonesia pun harus mengeluarkan uang untuk membayar kompensasinya. Penambahan Alutsista yang canggih tentu diperlukan oleh negara, namun bila dilakukan tanpa memahami kondisi perekonomian negara tentu hanya akan menjadi beban semata. (Berbagai sumber/A15)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...