“Kalau ada pemimpin namun dia meninggalkan partainya hanya karena ingin kekuasaan, apakah orang itu harus dipilih? Mestinya pemimpin itu tegar, sabar, jujur, maka dialah yang harus dipilih,” ~ Ketua Umum DPIP, Megawati Sukarnoputri.
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]ejabat negara merupakan posisi yang sekiranya diperuntukkan bagi mereka yang memang berdedikasi mencurahkan segenap tenaga untuk berkontribusi dan melayani rakyat. Jabatan Gubernur dan wakilnya dalam hal ini juga menjadi bagian dari pejabat negara. Artinya para politisi yang kini sedang berlomba memperebutkan kursi nomor satu dan dua seprovinsi itu harus berjiwa negarawan.
Pertanyaannya, kalau politisi yang hobinya keluar masuk partai demi bisa meraih jabatan yang lebih tinggi itu namanya apa ayo? Ya udah pasti bukan sosok negarawan lah. Itu namanya politisi caur yang memang hanya mengincar jabatan dan kekuasaan semata. Mengenai amanat rakyat? Ya nomor kesekian lah. Wew.
Jadi wajar aja kalau Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Sukarnoputri belakangan KZL dengan salah satu mantan kadernya yang membelot ke partai lain dan kini mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur. Siapapun pasti geram dengan model politisi kutu loncat kek begini.
Ayo ada yang tau siapa orangnya? Ya Emil Dardak lah orangnya. Dulu politisi muda ini kan mengawali karir politiknya melalui PDIP. Anak muda berpotensi kayak Emil pasti akan didukung penuh dung oleh partainya. Dan pada 2015 PDIP berhasil membawa Emil menjadi Bupati Trenggalek ke-16. Mantap jiwa.
Tapi yang bikin keki, ternyata Mas Emil ini tipikal politisi muda yang gampang kepincut kekuasaan. Mas Emil pada akhirnya memutuskan membelot ke partai Golkar dan kini maju mendampingi Khofifah Indar Parawansa yang berseberangan dengan PDIP yang mengusung Saifullah Yusuf dan Puti Guntur Soekarno.
Dalam politik semua hal memang berjalan secara dinamis. Tapi, kalau ada yang membelot di tengah jalan, bisa aja dia bukan berpolitik atas dasar ideologi kepartaian. Politikus macam gini bisa jadi lebih ke arah nafsu kekuasaan semata. Jadi, kalau ada iming-iming yang lebih menjanjikan, ya politisi model begini udah pasti jadi kutu loncat.
Pemimpin yang kayak gini biasanya janjinya gak akan bisa dipegang. Janji hanya dianggap sebagai pelengkap keharusan masa lalu aja dan mengenai bisa gaknya ditunaikan ya ngikutin kebutuhan masa kini aja sih. Seperti halnya yang dikatakan filsuf Niccolo Machiavelli (1469-1527): “The promise given was a necessity of the past: the word broken is a necessity of the present.” (K16)