“Mata hati punya kemampuan tujuh puluh kali lebih besar untuk melihat kebenaran dari pada indra penglihatan”. – Jalaluddin Rummi
Pinterpolitik.com
[dropcap]M[/dropcap]ungkin nih gengs, tidak ada kalimat lebih layak diucapkan selain belasungkawa yang mendalam ketika melihat banyaknya korban jiwa dalam penyelenggaraan Pemilu serentak di tahun 2019 ini. Pasalnya nih, jumlah yang ditimbulkan terus bertambah dan melebihi perkiraan.
Hingga laporan terahir dari Litbang TV One, jumlah korban meninggal dunia mencapai 554 orang, sedangkan yang sakit mencapai 3.788 orang.
Wah, ini sih angka yang fantastis cuy, melebihi jumlah korban teror bom di Sri Lanka dan tsunami di Selat Sunda.
Jika dibandingkan nih gengs, jumlah korban aksi teror bom di Sri Lanka tidak sebanding loh. Korban jiwa teror di sana mencapai 253 orang. Sedangkan korban jiwa tsunami di Selat Sunda sebanyak 430 orang.
Gokil emang Pemilu kali ini. Sepakat banget kalau Pemilu serentak ini harus mendapatkan evaluasi besar karena tidak menutup kemungkinan korban jiwa akan terus bertambah.
Akibat dari semakin bertambahnya korban jiwa nih gengs, menimbulkan macam-macam sikap di berbagai kalangan. Ada yang cuma bertanya, ada yang cuma ngedumel dalam hati, ada juga yang sampai menempuh jalur hukum loh.
Seperti sikap yang diambil oleh kelompok masyarakat yang bernama Advokasi Rakyat untuk Nusantara (Arun). Kelompok ini langsung melayangkan somasi kepada KPU cuy.
Dalam layangan somasi yang dilemparkan, Arun mendesak agar dalam waktu tiga hari KPU dapat menjelaskan tragedi ini. Menurut mereka, kematian anggota KPPS terdapat kejanggalan dan kenapa bisa hingga ratusan korban melayang?
Tidak jauh berbeda dengan sikap yang dikeluarkan Arun, Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR juga memberikan tanggapan terkait kejadian ini. Doi membuat cuitan yang bunyinya seperti ini:
“Tidak ada orang meninggal karena capek. Tidak ada orang capek lalu bunuh diri. Pekerja Romusha dan perbudakan tidak mati. Mati kalau disiksa atau setelah tahunan kerja paksa. Kemarin keluarga saya bikin kondangan, seminggu capek, lalu sehat dan bahagia. #AdaApaDiTPS.”
Kalau kondisinya sudah seperi ini, tidak ada salahnya sih gengs kalau publik menjadi berpikiran aneh-aneh. Karena memang baru kali ini dalam Pemilu menimbulkan korban jiwa hingga ratusan orang. Untuk membendung pikiran liar publik, emang seharusnya KPU bertindak cepat sih cuy.
Apalagi, BPN Prabowo-Sandi juga sampai mengusulkan agar kuburan para anggota KPPS itu digali dan diperiksa penyebab kematiannya. Apakah benar-benar kecapean atau jangan-jangan eh jangan-jangan.
Jangan sampai di ruang publik bermunculan pikiran aneh yang menduga jangan-jangan anggota KPPS yang meninggal bukan karena kelelahan atau sakit, tapi dibunuh? Atau jangan-jangan karena ada kecurangan yang disusun secara sistematis dan masif, jadi para mereka dibunuh? Beh, ini teorinya super canggih, tapi bahaya juga kalau benaran demikian.
Kalau kejadiannya seperti ini, bisa-bisa Pemilu 2024 tidak ada yang mau jadi anggota KPPS cuy, masak hanya karena Pemilu nyawa menjadi taruhannya? Hehehe. (F46)