Pada tahun 1933 dalam film yang berjudul Duck Soup, terdapat penggalan pertanyaan yang bunyinya: “Who are you going to believe, me or your own eyes?” Penggalan pertanyaan itu saat ini seolah kembali diulang oleh Trump dan Spicer: “Siapa yang akan kamu percayai, saya, atau mata kalian sendiri?”
pinterpolitik.com – Senin. 23 Januari 2017.
WASHINGTON – Baru dua hari menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump sudah membuat kontroversi. Trump menuduh pers membohongi masyarakat dengan menyebarkan foto tentang upacara pelantikannya yang sepi jika dibandingkan dengan pelantikan Barack Obama pada 2009 lalu. Hal tersebut ia sampaikan terkait beredarnya foto yang memperlihatkan daerah yang kosong di sekitar tempat pelantikannya.
Belum selesai persoalan tersebut, kini giliran Juru Bicara Gedung Putih yang tampil dengan nada tinggi di depan media, mengatakan bahwa media harus mempercayai apa yang disampaikan oleh Trump. Sean Spicer mengatakan bahwa ada media yang ingin membodohi masyarakat dan berusaha menggerakan masyarakat untuk melawan Trump lewat pemberitaan yang menyebutkan bahwa pelantikan Trump sepi oleh peminat. Bahkan Sean Spicer mengklaim bahwa pelantikan Trump memecahkan rekor jumlah pengunjung dan jumlah penonton siaran TV di seluruh dunia.
Namun, klaim Spicer tersebut tidak terbukti. Bahkan data dari sistem Washington Metro, rating siaran TV, hasil foto dan video, serta analisis para ahli mengungkapkan hal yang sebaliknya. Tidak heran jika Spicer menjadi bahan olok-olokan dan tertawaan.
The Guardian menyebut apa yang ditampilkan oleh Trump dan Spicer sebagai lelucon yang mirip dengan salah satu lakon Marxist. Tentu saja bukan Karl Marx, melainkan Groucho Marx (1890-1977), seorang komedian legendaris Amerika Serikat.
Pada tahun 1933 dalam film yang berjudul Duck Soup, terdapat penggalan pertanyaan yang bunyinya: “Who are you going to believe, me or your own eyes?” Penggalan pertanyaan itu saat ini seolah kembali diulang oleh Trump dan Spicer: “Siapa yang akan kamu percayai, saya, atau mata kalian sendiri?”
Tidak heran pula Spicer menjadi bahan olok-olokan di media sosial. Meme dan gambar lucu tentang dirinya bermunculan di mana-mana. Ada yang mengaitkannya dengan kapal Titanic yang kelebihan penumpang, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi hiburan di tengah panasnya suhu politik dan perpecahan yang terjadi di masyarakat AS: kubu pendukung Trump dan kubu yang memprotes Trump. Namun demikian, hal ini bisa juga disebut memprihatinkan. Seorang Presiden dan pembantu kabinetnya seolah menutup mata terhadap apa yang pers dan orang lain katakan, dan ‘memaksa’ orang untuk mempercayai apa yang mereka katakan.
Fenomena ini menjadi babak baru politik ‘anti-media’ yang dijalankan oleh Trump. Trump selalu menuduh media Amerika Serikat menyebarkan berita bohong dan menyudutkan dirinya. Hoax, hoax, dan hoax. Demikian yang kerap dituduhkannya. Selain itu, Trump juga ditenggarai berencana untuk memindahkan ruang pers di West Wing ke tempat lain keluar dari Gedung Putih. Rencana ini juga mendapat protes dari media-media di Amerika Serikat.
Entah sampai kapan Trump akan bersikap seperti ini terhadap media. Menarik untuk dinanti pula apa tanggapan media-media Amerika Serikat terkait sikap Trump ini. Yang jelas, semakin Trump dan anggota kabinetnya bersikap demikian, maka ia hanya akan menjadi cerita satire lain di laman-laman koran. (The Guardian/S13)