“Untuk menyerang dan pasti merebutnya, seranglah di mana mereka tidak bertahan.” ~ Sun Tzu
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]emangat kebebasan pers sudah membumi saat berbarengan dengan turunnya rezim orde baru. Prinsip bebas dan bertanggungjawab menjadi dasar pijakan insan media.
Tak aneh, bila karya – karya jurnalistik era orde baru suasananya masih mencekam dan dihantui rasa takut yang berkepanjangan. Alhasil, rasanya sulit kalau dulu ingin mencoba meluapkan jiwa kebebasan.
Kalau di era kekinian masih ada sikap media yang terkekang atau terpaksa dikekang, hancur sudah kemerdekaan pers yang sudah sedari lama ingin dibangun, weleeeeh weleeeh.
Belakangan ini, Front Pembela Islam (FPI) menggeruduk Tempo akibat karikatur yang dibuatnya. Awalnya sih, FPI katanya akan aksi damai, namun lama – kelamaan baper juga kali ya, akhirnya FPI mulai meluapkan amarahnya dengan melemparkan air mineral.
Akhirnya, FPI menggiring Tempo untuk meminta maaf kepada seluruh umat Islam, namun permintaannya pun ditolak mentah – mentah oleh Tempo. Ga semuanya umat Islam itu tersinggung kayak FPI kali, main generalisir aja sih, hadeeeuuuhh, weleeeeh weleeeh.
Makanya Tempo menjawab, tak ada keharusan untuk meminta maaf terkait dengan pembuatan karikatur itu, karena yang berhak menyatakan benar atau salah hanyalah Dewan Pers. Nah, ya iyalah, masa yang nentuin salah atau benernya FPI, huuffttt.
Lalu yang berhak melakukan penghakiman siapa? FPI? Lah, emang FPI siapa? Weleeeeh weleeeh.
Peristiwa ini masih menyisakan kontroversi, apalagi setelah FPI malah semakin ngotot. Hal ini ternyata menyedot perhatian “si anak baru” alias partai baru, Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Walaupun masih anak bawang, tapi udah berani protes, lumayan lah PSI sekalian mencari panggung dengan ikut – ikutan mengomentari isu yang berkembang termasuk tentang peristiwa karikatur Tempo.
PSI secara tegas memprotes dan mengecam tindakan FPI yang menggeruduk Tempo hanya karena soal karikatur, apalagi karikaturnya kalau kata orang itu ga ada mirip – miripnya sama dia, hadeuuuhhh. Jangan cepet baper gitu deh, nantinya malah kek sumbu pendek.
PSI juga bilang, ngapain coba FPI seolah mengambil alih hukum begitu. Semaunya menentukan bagaimana kerja redaksi ngurusin karikatur dan seenaknya aja nyuruh minta maaf, ahhh syudahlah.
FPI dapet saran nih dari si anak baru, PSI, lain kali jangan terlalu cepet baper ya, weleeeh weleeeeh. Emangnya PSI juga punya nyali kalau harus berurusan dengan FPI? Hmmm. (Z19)