Menggunakan baju batik lengan panjang, Fathan langsung bergegas masuk ke dalam lobi KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada Senin kemarin mengatakan, Fathan akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka pemberi suap So Kok Seng.
pinterpolitik.com – Selasa, 17 Januari 2017.
JAKARTA – Kasus suap di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali memasuki tahap lanjutan. Anggota Komisi V DPR Fraksi PKB Fathan Subchi akhirnya memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fathan sebelumnya tidak memenuhi panggilan KPK tersebut pada hari Senin (16/1/2017) kemarin. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/1/2017) pukul 10.35 WIB.
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SKS (So Kok Seng alias Aseng),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2017).
Menggunakan baju batik lengan panjang, Fathan langsung bergegas masuk ke dalam lobi KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada Senin kemarin mengatakan, Fathan akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka pemberi suap So Kok Seng.
Saat menjadi saksi untuk terdakwa Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Aseng mengaku membagikan uang Rp 2,5 miliar kepada anggota Komisi V DPR melalui Kurniawan. Suap itu dimaksudkan agar proyek pembangunan jalan di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu jatuh ke perusahaannya. So Kok Seng alias Aseng merupakan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di KemenPUPR. Tiga di antaranya adalah anggota Komisi V DPR, yaitu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Ketiganya diduga menerima suap hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Tersangka lainnya adalah Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran H. Mustary, Abdul Khoir, serta dua rekan Damayanti: Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini.
Terungkapnya kasus suap di KemenPUPR ini memberikan kita gambaran bahwa anggota dewan kita yang terhormat masih saja memainkan proyek dan uang rakyat. Demi memenangi tender proyek tertentu, pengusaha kemudian menyuap anggota dewan yang mudah ‘dibeli’. Jelas bahwa praktik seperti ini akan tetap ada dan sulit dibasmi jika tidak ada kesadaran bersama: tidak memberikan suap dan tidak mengondisikan suap itu terjadi. Apakah hal itu mungkin terjadi? (Dtkcom/S13)