“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita”. ~ Pramoedya Ananta Toer
PinterPolitik.com
[dropcap]I[/dropcap]ndonesia sudah enggan menjadi bangsa yang terjajah. Tak mau lagi kita menjadi bangsa yang terpenjara secara fisik maupun pemikiran.
Makanya kini semua pihak sepakat bila tak ada lagi penjajahan dalam bentuk apapun. Cukup sudah.
Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR mengkritik pedas penghidupan kembali pasal Penghinaan terhadap Presiden yang seperti ingin mengembalikan Indonesia sebagai bangsa yang terjajah.
Bentuk penjajahannya yang dimaksud Fahri tercantum dalam pasal penghinaan Presiden di KUHP. Padahal secara jejak sejarah, pasal ini digunakan untuk menghukum rakyat jajahan yang menghina pejabat kolonial Belanda.
Weleeeeh weleeeh. Kata Fahri sih, kalau mau jadi pejabat atau politikus di Indonesia itu jangan baperan. Dibikin asik aja uhuuyyyy. Kalau sedikit-sedikit baper, dikritik dikit baper. Ahhh syudaahhlah. Jadi penonton aja kalau begitu, weleeeh weleeeh.
Seharusnya pemimpin itu menjadikan kritik sebagai kue kegemarannya, jangan malah alergi sama kritik.
Wedeeewww. Apalagi kalau si kritikus itu buat Presidennya geram, mau tak mau harus menerima ganjaran hukuman penjara paling lama lima tahun, weleeeeh weleeeh. Makanya dalam revisi RKUHP jangan dibangkit – bangkitin lagi persoalan ini.
Tahun 2016 aja Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal penghinaan terhadap Presiden karena dinilai masih multitafsir dan rentan manipulasi. Weeewww!
Nah, itu sudah tahu faktanya begitu, makanya kalau ada kritik, lebih baik pemimpinnya itu diam dan mendengarkan saja. Nikmati kritik itu sebagai bagian dari upaya pemimpin yang merendahkan telinganya untuk rakyat.
Mulia kan kalau pemimpinnya begitu. Ya biar sesuailah sama branding Presiden Jokowi yang katanya sederhana dan merakyat itu, bukan begitu? Weleeeeh weleeeh.
Tapi kalau Presiden malah menyetujui pasal penghinaan terhadap Presiden, ya kayanya branding sederhana dan merakyat versi Jokowi dulu sudah tak layak dikenakan lagi.
Dan dengan kata lain, kalau Presiden Jokowi setujui pasal itu artinya penjajahan sudah dimulai. Siapa yang rela Indonesia kembali dalam keadaan terjajah? Ahh syudaahhhlah. Weleeeh weleeeeh. (Z19)