“Masyarakat coba dipikat, dengan pencitraan palsu yang merakyat.”
PinterPolitik.com
[dropcap]U[/dropcap]ndang – undang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3) telah disahkan oleh DPR. Namun, sayang sekali Presiden Jokowi menolak untuk menandatangani aturan itu karena mungkin diindikasikan adanya perbedaan pendapat dengan DPR.
Lah kalau berbeda pendapat mengapa tak memberikan masukkan saat RUU MD3 diundangkan kepada Pemerintah?
Kan lebih elok rasanya kalau UU MD3 itu diributkan saat pembahasan, karena setidaknya dalam forum diskursus seperti itu, gagasan yang saling berseberangan akan menemui titik temu. Daripada diributkan setelah disahkan, hadeuuuuhhh, weleeeh weleeeh.
Coba kalau sekarang ya sudah terlanjur basah, nasi sudah menjadi bubur, DPR sudah mengesahkan UU MD3. Lalu Presiden Jokowi mau apa? Tetap tak mau tanda tangan? Weleeeh weleeeeh. Masih sebel sama MenkumHAM karena telat melapor?
Akhirnya kalau begini gimana coba? Presiden Jokowi ngotot tak mau tandatangan, sementara DPR juga ngotot akan memberlakukan UU MD3 tanpa adanya tandatangan Jokowi, ahhh syudahlah kalau sudah begini hanya membuat riuh saja.
Saat Jokowi mengatakan tak mau tandatangan, respon awal langsung dilontarkan sang kritikus setia yang juga Wakil Ketua DPR. Fahri Hamzah.
Fahri ingin meminta Jokowi untuk menyudahi drama pencitraan yang dilakukannya melalui sikap tak mau menandatangani UU MD3.
Memangnya kalau membangun dialog antara DPR dan Pemerintah ga bisa ya? Apa harus saling sindir dan mengkritik begitu, tanpa duduk satu meja berbarengan? Hadeuuuhhhh.
Memangnya yang diperjuangkan Presiden Jokowi dan DPR itu apa sih? Ego masing – masing atau memang secara serius mewakili jeritan suara rakyat? Kayaknya sih karena egonya sendiri, gengsi juga kali ya.
Bahkan, Fahri menilai Jokowi hanya sekedar caper aja nih alias cari perhatian aja, weleeeeh weleeeeeh. Oh iya mau Pilpres 2019 ya, kan lumayan Jokowi bisa numpang eksis gara – gara menolak UU MD3.
Hmmm, setidaknya masyarakat berpikiran Jokowi itu menolak aturan yang membuat DPR anti kritik. Wiiii, Jokowi keren sekali, pemimpin yang mendukung rakyat untuk bebas berekspresi dan mengungkapkan pendapatnya.
Upppsss, tapi Jokowi lupa kalau pasal penghinaan Presiden itu tak berbeda dengan DPR yang anti kritik. Alhasil, Jokowi dan DPR sama saja. Heuh! (Z19)