“Awalnya manis bujuk rayumu, kau bilang aku cinta matimu, kini kau tak seperti yang dulu, memujaku memanjakan diriku, bisa-bisanya kamu begitu, oh habis manis sepah dibuang.” – Vicky Shu, ‘Habis Manis Sepah Dibuang’
PinterPolitik.com
[dropcap]D[/dropcap]unia politik Indonesia tanpa Fadli Zon itu ibarat makan Nasi Padang tanpa sambel ijo. Tetap enak sih, tapi kurang gereget. Yang penting jangan banyak-banyak, nanti bikin diare! Sambelnya loh, bukan Fadli Zon-nya yang bikin diare.
Sejak reformasi 1998, nama Fadli Zon memang menjadi salah satu politikus yang meroket, bak proyek Apollo 11 yang berhasil mendaratkan manusia di bulan.
Tapi, Fadli belum seberhasil Apollo 11 sih, soalnya sang junjungan Prabowo Subianto belum juga “mendarat” dengan mulus di kursi empuk RI 1.
Makanya, menjelang gelaran Pilpres 2019, Fadli menyiapkan seribu satu jurus untuk memuluskan langkah Prabowo dan Partai Gerindra meraih kekuasaan tertinggi.
Salah satu jurusnya adalah melalui kritik pedas, sepedas sambel ijo Nasi Padang. Kali ini, giliran kebijakan pemerintah yang menaikan tarif Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR) dari Rp9.500 menjadi Rp15.000 yang disorot Fadli.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, kenaikan tarif yang mencapai 57 persen ini adalah upaya pemerintah “memeras” rakyat.
Gile Bang, istilahnya sadis amat!
Menurut Bang Fadli, kemampuan daya beli masyarakat saat ini sedang menurun. Jadi, menaikkan tarif tol di saat masyarakat lagi nggak punya duit adalah “sungguh ter-la-lu”. Segala data disiapkan Fadli untuk memperkuat argumen kritiknya tersebut.
Tapi eh tapi, kata Badan Pelaksana Jalan Tol (BPJT) justru kenaikan tarif ini membuat harga tol semakin murah. Pasalnya, masyarakat tidak perlu lagi membayar tambahan biaya di setiap pintu tol. Misalnya nih, kalau tol dari Tanjung Priok ke arah selatan biasanya bayar Rp24.000, kini cuma bayar Rp15.000. Lebih murah kan?
Yang jelas, istilah “memeras rakyat” yang disebut Bang Fadli memang jadi heboh.
Emang pemerintah udah nggak punya duit lagi ya, Bang?
Ya bisa jadi. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang jeblok, serta utang-utang negara yang menggunung memang bikin pemerintah harus putar otak.
Tapi, tunggu dulu, Dul. Yang menggunakan tol itu yang punya mobil aja kan? Jadi Bang Fadli membela kepentingan orang kaya aja dong?
Oh iya ya. Padahal, tiap 1.000 penduduk di Indonesia hanya ada 77 orang yang bermobil. Artinya, hanya ada 7,7 persen pemilik mobil di negara ini. Nggak semuanya juga yang menggunakan jalan tol.
Sebenernya lumayan sih buat menambah jumlah pemilih. Tapi, partainya Bang Fadli apa tega mengkhianati dan mengesampingkan rakyat kecil kayak Abdul yang ke mana-mana cuma bisa naik motor? Kan kalau tarif tolnya naik, duitnya bisa dipakai pemerintah untuk rakyat miskin juga, Bang.
Ah, Dul. Jadi rakyat jangan baperan. Kita nggak kuat. Yang baperan biar oposisi aja.
Pemerataan. Syalala. (S13)