Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memaparkan salah satu upaya yang ditempuh dalam penyelesaian PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akibat kasus gagal bayar klaim adalah dengan pemulihan atau recovery aset. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pemulihan aset berupa 1.400 sertifikat tanah yang disita dari tersangka kasus Jiwasraya.
PinterPolitik.com
“Di antara aset-aset sitaan tersebut, ada sebanyak 1.400 sertifikat tanah milik lima tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya yang disita Kejaksaan Agung (Kejagung). Nilai dari seluruh sertifikat tanah itu masih dihitung,” ujar Erick pada pertemuan dengan Panja Permasalahan Asuransi Jiwasraya, dengan Komisi IV DPR MPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/1).
“Recovery aset ini tentu diprioritaskan balik ke negara dulu, sebelum ke kami. Ini yang kami koordinasi dengan Kejagung,” jelasnya.
Erick berharap, aset yang dikembalikan ke negara atau recovery aset tersebut bisa menjadi metode baru dalam kasus-kasus korupsi. “Kita ingin Jiwasraya bisa membayar dana para nasabah,” tegasnya.
Sebelumnya, dihadapan panja, Erick juga menegaskan manajemen PT Jiwasraya yang lama telah mengabaikan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate government (GCG). Hal itu mengakibatkan perusahaan pelat merah itu mengalami tekanan likuiditas hingga menyebabkan terjadinya gagal bayar.
Untuk mengejar keuntungan yang tinggi (high return) dari hasil penjualan produk JS Saving Plan, perseroan diketahui melakukan investasi pada sebagian besar aset berisiko tinggi (high risk). Umumnya dana investasi ditaruh pada saham berkinerja buruk dan pada reksadana yang dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. “Manajemen Jiwasraya yang sebelumnya itu tidak menggunakan prinsip kehati-hatian dalam mengelola investasi,” kata Erick.
Akibatnya Jiwasraya mengalami kesulitan likuiditas untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim kepada pemegang polis sebesar Rp 16 triliun. Selain itu, BUMN asuransi pelat merah ini kekurangan solvabilitas di mana ekuitasnya per Desember 2019 mencapai Rp 28 triliun.
“Oleh sebab itu, kami tengah melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan kementerian terkait untuk menemukan solusi yang terbaik dalam penyelamatan pemegang polis,” pungkas Erick. (R58)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.