“The welfare state is not really about the welfare of the masses. It is about the egos of the elites.” – Thomas Sowell, American economist and social theorist
PinterPolitik.com
Dewan Perwakilan Rakyat sepertinya sudah berada di langit ketujuh. Tak terlampaui, mungkin kata-kata itu cocok menggambarkan kondisi mereka.
Bagaimana tidak, mulai dari revisi UU KPK baru yang ditentang berbagai kalangan, hingga rentetan kontroversi RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, RUU Minerba dan lain-lain.
Selain itu, DPR juga menentang permintaan Jokowi untuk menghapuskan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden RI. Menurut DPR, ini bukan hanya tentang Pak Jokowi namun juga penerus-penerus selanjutnya.
Ini bisa saja merupakan akal-akalan DPR, jika presiden selanjutnya berpihak pada mereka, DPR bisa saja berlindung di balik pasal tersebut. Kelakuan seperti rubah memang.
Kemudian adanya pertentangan dari Muhammadiyah, mengenai UU Pesantren yang baru. Perbedaan pendapat antara PBNU yang pro dengan PP Muhammadiyah yang kontra tidak diketahui secara jelas. Namun, tetap saja Fahri Hamzah ketuk palu lalu DPR salawatan.
Saya ini sebenarnya cukup lelah, bahas betapa absurd dan mencurigakannya perilaku DPR belakangan ini. Gak cuma di RUU saja, kelakuan DPR bikin geleng-geleng kepala.
Fahri Hamzah menilai mental mahasiswa Indonesia masih feodal karena menolak berbagai RUU yang mereformasi demokrasi di Indonesia. Tapi kalo dicermati berbagai RUU tersebut tidak ada bau reformasi demokrasinya. Reformasi demokrasi not found.
Ada pula kejadian, yang secara gamblang mengkerdilkan etika anggota DPR di Senayan sana. Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI menjawab pertanyaan seorang wartawati dengan panggilan sayang. Hal ini tentunya memicu kemarahan masyarakat, terutama kaum wanita karena dianggap melecehkan.
Ini sangat ironis, apalagi ada sebutan “anggota dewan yang terhormat”. Kehormatan not found.
Kondisi ini sepertinya bukan “perhelatan tinju” antara DPR dan rakyat. Melainkan, DPR vs everybody.
Tapi setelah demo kemaren, anggapan itu mungkin salah. Pasalnya, ketika Bambang Soesatyo hendak menemui mahasiswa di luar gedung DPR-RI, polisi menembakkan gas air mata di area itu. Tiupan angin pun menyebarkan kandungan menyakitkan gas air mata, bahkan ke mata Bambang Soesatyo.
Beliau pun berlari kembali bersama pengawalnya ke Gedung Nusantara V. Bahkan alam pun tak berpihak pada DPR. Sepertinya ini DPR vs everything.
Agaknya seluruh komponen alam baik organik dan anorganik setuju bahwa DPR bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat. Memang ya, akibat tak jelas mereka memihak siapa, kini semuanya tak ada yang mau berpihak kepada mereka. (M52)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.