“Hashtag pray for this, pray for that. But you ain’t doing sh*t. Get away from that” – Logic, penyanyi rap asal Amerika Serikat
PinterPolitik.com
Dunia kini diramaikan oleh penyebaran penyakit menular yang bermula dari Tiongkok. Penyakit yang disebabkan oleh virus Corona (n-Cov) ini juga mulai menjangkit beberapa warga di negara-negara lain, termasuk negara-negara tetangga Indonesia seperti Singapura, Filipina, Thailand, dan Malaysia.
Selain menyebar, banyak negara di luar Tiongkok juga berupaya mengevakuasi warga-warganya yang berada di Tiongkok, khususnya mereka yang tak bisa keluar dari Provinsi Hubei.
Menyusul evakuasi yang dilakukan Jepang dan Amerika Serikat (AS) atas warga negaranya masing-masing, pemerintah Indonesia akhirnya juga melakukan evakuasi terhadap para warga negara Indonesia (WNI) di wilayah Hubei itu. Operasi evakuasi WNI itu akhirnya berhasil terlaksana pada 1 Februari 2020 dan berhasil membawa pulang sebanyak 238 orang.
Meski telah berhasil kembali ke tanah air, tampaknya pemerintah tetap ingin mengawasi para WNI ini terlebih dahulu. Dalam waktu yang singkat, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberlakukan karantina pada sekelompok WNI ini.
Tapi, keputusan itu nggak terhindar dari backlash, khususnya bagi mereka yang wilayahnya menjadi lokasi karantina, yakni Natuna. Sontak, pemerintah daerah dan warga wilayah tersebut berdemonstrasi dan menyatakan penolakan mereka atas kehadiran para WNI itu di pangkalan militer Natuna.
Kata Presiden Joko Widodo (Jokowi), Natuna dipilih karena telah memiliki pangkalan militer. Pangkalan inilah yang nantinya menjadi akses masuk dan keluar bagi aktivitas karantina.
Hmm, tapi, ya tetap masuk akal sih apabila warga Natuna menolak pemilihan lokasi karantina tersebut. Bagaimana tidak? Warga kan bisa aja merasa tidak nyaman.
Apalagi, pemerintah mengakui kalau keputusan itu dilaksanakan secara mendadak dan terlambat dalam pemberitahuan dan sosialisasi terhadap warga Natuna. Selain itu, lokasi karantina dikabarkan juga memiliki jarak yang dekat dengan sekolah dan fasilitas pendidikan anak usia dini (PAUD).
Keputusan pemerintah untuk pemilihan lokasi ini tentunya menyisakan beberapa pertanyaan. Salah satunya adalah soal kompensasi bagi warga-warga Natuna.
Ketika ditanyakan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto malah menjawab bahwa kompensasi yang diberikan untuk warga Natuna hanya ada berupa doa. Doa yang dimaksud oleh Pak Terawan ini adalah doa agar semuanya tetap dikaruniai kesehatan.
Hmm, masa cuma doa aja ini yang diberikan, Pak? Film Eat, Pray, Love (2010) saja nggak hanya doa saja lho, melainkan juga ada eat dan love-nya yang terkandung di berbagai pengalaman yang berbeda dalam setiap kunjungan Elizabeth Gilbert ke Italia, India, dan Indonesia.
Hampir sama seperti judul film tersebut, masyarakat tidak hanya membutuhkan doa dari Pak Terawan maupun masyarakat Indonesia lainnya, melainkan juga membutuhkan kebijakan-kebijakan Pak Menkes yang dapat memberi kepastian bagi mereka. Ya, kan? (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.