“PDI-P sejak awal merupakan partai politik yang memperjuangkan ajaran-ajaran Bung Karno, kalau foto Bung Karno dilarang dicantumkan, rakyat tidak tahu apa yang diperjuangkan PDI-P” ~ Wasekjen Bidang Pemerintahan DPP PDI-P Ahmad Basarah
PinterPolitik.com
[dropcap]K[/dropcap]omisi Pemilihan Umum (KPU) baru saja menetapkan peraturan terkait larangan penggunaan Gambar Tokoh Bangsa untuk kepentingan kampanye Pilkada 2018. Tapi sepertinya bagi beberapa Partai Politik, peraturan ini cukup merugikan karena tidak bisa lagi menggunakan figur tokoh nasional lagi.
Peraturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan bakal diberlakukan September 2018. Larangan ini kemudian diatur di dalam Pasal 29 Ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017. Larangan penggunaan Gambar Tokoh Bangsa tersebut berlaku untuk alat peraga kampanye, bahan kampanye dan iklan kampanye yang difasilitasi KPU.
Pada dasarnya -menurut KPU-, para tokoh bangsa merupakan sosok yang besar dan berjasa bagi negeri ini dan maka dari itu mereka milik seluruh rakyat Indonesia. Artinya tidak ada Partai Politik yang diperkenankan mengesklusifitaskan sosok Tokoh Bangsa ini sebagai milik pribadi partai mereka semata.
Pemberlakuan ini sebenarnya baik, mengapa? Karena saat Pilkada nanti, masyarakat disajikan sosok calon Kepala Daerah tanpa ada embel-embel latar belakang tokoh bangsa dibelakangnya. Artinya masyarakat diajak untuk memilih berdasarkan visi-misi yang dibawa oleh calon tersebut. Cukup objektifkan peraturan ini? Tunggu dulu!
Bagi beberapa Partai Besar yang memiliki latar belakang sejarah ketokohan, peraturan ini justru menghambat jalan mulus mereka memenangkan setiap calon Kepala Daerah yang mereka usung. Nama-nama partai seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan partai yang tidak bisa dipisahkan dari nilai sejarah para tokoh bangsa.
Sebut saja PDI-P yang lekat dengan figur bapak pendiri bangsa yang juga sekaligus Presiden RI pertama, Soekarno. Atau PPP dan PKB yang tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai para Tokoh Nahdhatul Ulama pendahulunya. Dalama perfektif ketiga partai ini, nilai ketokohan memiliki signifikansi dalam mempengaruhi dalam memilih.
Jadi wajar lah ya jika ada partai politik yang teriak-teriak saat KPU mensosialisasikan peraturan ini. Lalu bagaimana dengan partai lain? Kayaknya mereka ga terlalu ambil pusing tuh dengan peraturan semacam ini. Ya iya lah, partai mereka kan ga berbasis nilai-nilai ketokohan seperti ketiga partai tadi. (K16)