“Saat kau membalas kebencian dengan amarah dan caci maki, saat itulah musuhmu menang.” ~ Andy F Noya
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]antaslah bila Presiden Jokowi menjadi sasaran kritik, karena Jokowi lah yang kini memimpin negeri. Kritik kepada Jokowi datang dan pergi dari pihak manapun, termasuk Partai Demokrat yang telah mengisi dua periode kepemimpinan sebelum Jokowi.
Sebagai ‘senior’ yang sudah memimpin dua periode berturut – turut, pastilah banyak catatan dan perbandingan yang selalu dilekatkan pada kebijakan yang dikeluarkan Jokowi.
Semisal, utang di era Jokowi jumlahnya berkali – kali lipat lebih besar dibandingkan era sebelumnya. Artinya apa? Ada hal yang selalu dibanding – bandingkan.
Walaupun kritik tentang adanya perbedaan kebijakan di setiap zamannya ini dituturkan oleh loyalis Presiden sebelumnya, Ferdinand Hutahaean.
Tapi sayang sekali, kritiknya ini tak disampaikan langsung kepada Jokowi. Bila kritiknya itu konstruktif, apa salahnya bila langsung berjumpa dengan Jokowi.
Kecuali kalau kritiknya itu tak berdasar, barulah gapapa ngoceh – ngoceh atau mengumbarnya lewat media sosial, kan belum tentu juga Jokowi liat, weleeeeh weleeh.
Tapi seharusnya, memang kritik itu disampaikan langsung, kan lumayan bisa dapet respon dari Jokowi. Atau begini deh, kalau sungkan bilang sendiri ke Jokowi, kenapa kemaren ga nitip pesen aja ke Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)?
Padahal Partai Demokrat belum lama ini punya kesempatan berjumpa dengan Jokowi, mengapa coba ga nitip pesen aja? Ahhh syudahhhlah. Emang ga niat mengkritik kali ya? heuuuhh!
Atau Ferdinand ngerasa ga enak ya sama AHY, masa kritiknya datang dari dirinya sendiri tapi malah minjem mulut AHY, weleeeeh weleeeeh.
Hmmm, pantesan Ferdinand cuma kritik lewat media sosial doang, weeleeeh weleeeh.
Emangnya Ferdinand berani gitu langsung mengkritik Jokowi? Kalau misalkan Ferdinand punya kesempatan datang ke Istana Negara, berani ga langsung berbicara dengan Jokowi?
Woailaaahh, belum tentu juga kan? Palingan Ferdinand hanya berani sampai pintu depan Istana Negara aja kan? Loh kata siapa begitu, hmmm.
Kan tujuan awal Ferdinand itu memang bukan mengkritik, tapi Ferdinand hanya ingin ‘bermain-main’ dengan pintu Istana Negara.
Maklumlah saking gemesnya, Ferdinand ingin menendang pintu Istana Negara, namanya juga punya bakat terpendam jadi pemain sepakbola, weleeeeh weleeeh. (Z19)