Dari marbot naik ke level provinsi, yang bisa cuma Deddy.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]M[/dropcap]arbot boleh jadi profesi yang kerap tak dianggap. Basanya orang lebih peduli dengan kiai atau ustadz yang mengasuh masjid dibanding marbotnya. Ya, namanya juga remah-remah, hanya malaikat yang peduli. Walau begitu, menjadi marbot butuh dedikasi tinggi dan jiwa-jiwa multi talenta.
Bagaimana tidak? Pekerjaan seperti mengepel, mengecat, merawat, pipa saluran wudhu, membersihkan karpet shalat, sound system, hingga ilmu dasar kelistrikan wajib dikuasai. Mau lulusan universitas atau sekolah sekeren apapun, gelar setinggi apapun, kalau nggak bisa menyapu atau memperbaiki lampu rusak, sangat sulit menjadi marbot masjid. Selain itu, menjadi marbot harus rela menerima upah imut dari dana Bazis atau kas masjid. Tak jarang, marbot cuma dibayar dengan insentif lemah teles alias Gusti Allah sing mbales (biar Allah yang balas). Kurang nelangsa apa?
Tapi beruntung, beberapa tahun terakhir tren marbot mulai naik dan mentereng karena Deddy Mizwar. Bayangkan saja, di tahun 2007, dia mengawali karir sebagai marbot masjid di sinetron Para Pencari Tuhan dengan nama panggilan Bang Jack. Lalu tanpa disangka-sangka, di tahun 2013 Deddy sudah menjabat sebagai gubernur Jawa Barat. Apa nggak hebat?
Namun sebagaimana sindrom yang menjangkiti orang yang ketenarannya meroket, Deddy mulai pilih-pilih. Ajakan Golkar untuk dipasangkan bersama Dedi Mulyadi ditanggapi dingin tanpa minat. “Ah, orang teu puguh sama Partai teu puguh. Cangkeul urang (Ah, orang nggak jelas sama Partai gak jelas. Malas gue)”. Mungkin begitu pikirnya.
Tak di sana saja, Deddy juga dianggap sok tahu, karena minta pembangunan Meikarta distop. Menurut mantan marbot ini, Lippo tak memegang izin dan menganalisis dampak pembangunan untuk lingkungan. Sayang sekali, Kang Deddy tak tahu dengan siapa ia berhadapan saat menolak Meikarta. Bukan perorangan yang dihadapi, tapi.. yah hanya Tuhan, malaikat, Presiden, dan tim pengembang yang tahu.
Karena jutek dengan Meikarta, dukungan buat Deddy di Pilgub Jawa Barat lama-lama berkurang. Yang paling baru, Gerindra resmi mencabutnya. Kalau sudah begitu, kok Deddy masih tega menolak tawaran Golkar untuk bersanding bersama Dedi Mulyadi? Kan tak enak ya, ditolak bagai remah-remah. Deddy Mizwar pasti tahu itu, sebab beliau ini mantan marbot. Atau mungkin saja, sikap dingin Kang Deddy itu adalah bentuk perhatiannya pada rakyat. Kok, bisa?
Begini, Pilgub Jawa Barat, akan lebih sulit dibanding Pilgub Jawa Timur. Malah, Pilgub Jawa Barat akan menjadi yang terberat. Kenapa? Sebab kemungkinan besar pemilih akan semakin sulit membedakan mana Deddy Mizwar, Dedi Mulyadi, Dede Yusuf, dan Deddy Corbuzier. Kalau dia bersatu dengan Dedi Mulyadi, jadinya ‘Duo Deddiy’. Bukannya terdengar berwibawa, malah seperti duo kembar mengeluarkan album. Jadi, daripada makin buat pusing rakyat, mungkin Deddy berpikir memang lebih baik tawarannya dipikir-pikir dulu. Demi branding yang sehat.
Nah, sambil terus menebak-nebak arah sang marbot, kita bisa seruput kopi sambil ngemil sosis So Nice dulu. Ohya, jangan lupa juga ya Promag-nya. (A27)