Site icon PinterPolitik.com

Darmin Nasution “Perang” Melawan AMAN?

Darmin Nasution “Perang” Melawan AMAN?

Darmin Nasution (foto: JARRAK.ID)

Rakyat padang pasir saja bisa hidup, masa kita tidak bisa hidup?” . – Ir. Soekarno


Pinterpolitik.com

Gengs, kebijakan yang diambil oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution terkait penutupan akses publik terhadap Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit menyisakan polemik tersendiri loh. Pemerintah mengklaim bahwa hal tersebut dilakukan untuk melindungi kekayaan Indonesia, serta agar kepercayaan investor dapat terjaga.

Menanggapi hal tersebut, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN, menunjukkan data yang berbeda gengs. Menurut mereka, jika data HGU dibuka kepada publik, itu akan memberikan dampat yang positif, misalnya cepat terselesaikannya konflik agraria, kesejahteraan masyarakat terdampak akan meningkat, dan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan negara.

Sampai saat ini, Kemenko Perekonomian tidak ber-statement panjang gengs. Mereka hanya berusaha menjaga kekayaan alam Indonesia dan ingin menjaga kepercayaan investor.

Masalah kepercayaan para investor ini emang berkaitan dengan kekhawatiran mereka jika data detail – misalnya sampai ke kordinat HGU lahan – bisa diakses publik.

Menurut AMAN, jika Masyarakat Adat diberi kepercayaan mengelola, pendapatan yang akan didapatkan dari hasil SDA dan jasa lingkungan bisa mencapai Rp 156,39 miliar per tahun cuy. Share on X

Apalagi, informasi yang demikian bersifat privat dan dilindungi Undang-Undang. Itu kata Profesor Dr. Ir. Budi Mulyanto MSc, Guru Besar di IPB yang ahli Kebijakan, Tata Kelola Kehutanan dan Sumber Daya Alam (SDA) loh ya. Jadi emang ada pendapat ahlinya juga.

Sedangkan statement dari AMAN didasarkan data penelitian studi valuasi ekonomi yang telah mereka lakukan, misalnya terkait nilai ekonomi wilayah Masyarakat Adat Moi Kelim di Papua Barat.

Menurut AMAN, jika mereka diberikan kepercayaan mengelola, pendapatan yang akan didapatkan dari hasil Sumber Daya Alam (SDA) dan jasa lingkungan bisa mencapai Rp 156,39 miliar per tahun.

Hal tersebut diimbangi dengan pendapatan nilai produk SDA dan jasa lingkungan daerah sebesar Rp 36,43 juta per kapita per tahun. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) saat ini hanya mencapai Rp 33,86 juta per kapita per tahun. Wah, selisihnya lumayan juga ya gengs. Hal serupa juga terjadi di beberapa daerah lainnya.

Tidak hanya itu, AMAN memberikan jaminan bahwa kearifan lokal dan kelestarian hutan akan terus terjaga loh. Kalau dilihat secara spesifik, dibandingkan dengan keputusan yang disahkan oleh Menteri Darmin, skema dan data AMAN lebih konkret ya.

Selain itu, penyebab masyarakat adat sampai sekarang cenderung terbelakang dan tidak sejahtera adalah karena secara akses dan pengolahan lahan, mereka telah dibatasi oleh kebijakan sektoral.

Bayangin, mereka punya tanah ulayat yang sudah dijamin undang-undang, tapi lahan tersebut masuk dalam konsesi. Tidak hanya itu, bahkan tidak jarang izin antara kementerian-kementerian terkait dalam hal penggunaan lahan sering overlapping. Hmmm, cukong-nya beda-beda kali ya? Upppss.

Kalau dilihat dari argumentasi AMAN, memang jika mereka diberikan wewenang pengelolaan, keuntungan ekonomi yang didapatkan bisa lebih besar daripada PAD, bahkan itu berdampak positif bagi perekonomian negara.

Tapi, argumentasi pemerintah boleh jadi benar juga. Soalnya, kalau investor pada kabur semua, nggak ngeri tuh apa jadinya negara ini? Apalagi kalau hal ini jadi preseden terhadap dunia usaha di Indonesia secara umum, kan yang rugi bisa lebih banyak.

Iya sih, tapi asalkan murni bener begitu ya pak dan bukan karena untuk untungkan pengusaha yang orangnya itu-itu saja. Upppsss. (F46)

Exit mobile version