“(Dukungan KSPI terhadap Prabowo) ini mengandung transaksi politik. Tidak beda seperti proses jual beli. Ada dukungan, ya ada jabatan. There is no such thing as free lunch.” ~ Pengamat komunikasi politik dari Universitas Bunda Mulia Jakarta, Silvanus Alvin.
PinterPolitik.com
[dropcap]D[/dropcap]ewasa ini, posisi buruh memang kerap dijadikan alat politisasi bagi sejumlah kalangan elit. Bahkan, belakangan serikat buruh sudah berani terang-terangan menyuarakan dukungannya terhadap salah satu Calon Presiden (Capres) untuk maju dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
Buruh digadaikan demi kepentingan sejumlah elit politik tertentu. Sebut saja seperti apa yang dilakukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menyuarakan dukungannya terhadap Prabowo Subianto dalam Peringatan Hari Buruh tanggal satu Mei di Istora Senayan kemarin. Pasalnya selain memberi dukungan, ternyata KSPI juga menuntut jatah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Lah, dukungan KSPI ini murni suara buruh apa cuma segelintir elit yang hanya memanfaatkan buruh aja sih? Jangan-jangan, ini hanya politik transaksional doang? Aya aya wae ah. Jadi kurang lebih, KSPI itu mau mengatakan, “Kalau mau dapet dukungan dari kami, ya nanti kalau menang Pilpres, jangan lupa angkat Presiden KSPI sebagai Menakertrans”. Alasannya sih demi kepentingan buruh ke depannya.
Yailah, sa ae lau. Ternyata dibalik dukungan politis buruh terhadap Pak Prabowo terdapat kepentingan pribadi yang haus jabatan. Jiah, cape deh. Kok buruh serasa dikadalin gini ya. Kalau eike mah ogah dimanfaatin kek gitu. Lagian ngapain coba KSPI malah mendeklarasikan dukungannya terhadap Pak Prabowo? Itu mah udah offside dari esensi Peringatan Hari Buruh itu sendiri. Hadeuh.
Lagi pula jargon yang diserukan KSPI yang mendukung gerakan #2019GantiPresiden juga masih sebatas retoris. Sebut saja dalam 10 poin kontrak politik KSPI pada Pak Prabowo, sebagian sudah dilaksanakan oleh pemerintahan sekarang, ada yang bersifat iming-iming angin surga, sebagian lagi tidak realistis, dan sisanya terlalu muluk untuk diterapkan.
Sekalipun nanti pada akhirnya Pak Prabowo menjadi Presiden dan dengan Said Iqbal sebagai Menakertrans, belum tentu loh tuntutan-tuntutan ini terealisasi. Ya seperti halnya tuntutan buruh untuk kenaikan upah aja sih. Pasti ada saja politisi yang akan memberikan angin surga seakan bisa mewujudkan hal tersebut jika kelak dirinya berhasil menjadi Presiden.
Eh pas udah menjabat, ternyata gak bisa serta-merta diwujudkan karena terbentur kepentingan stakeholder dan lain sebagianya. Makanya, buruh jangan mudah memberikan dukungan hanya karena terbuai janji manis yang belum tentu terwujud. Karena ketika pria tidak memiliki gagasan sehat tentang Ketuhanan, ide-ide palsu bisa saja menggantikannya. Ya seperti halnya perkataan filsuf Voltaire (1694-1778), ‘When men do not have healthy notions of the Divinity, false ideas supplant them.’ (K16)