Site icon PinterPolitik.com

Belajar Mencinta dari Jonru

Belajar Mencinta dari Jonru

sumber: Istimewa

Postingan Jonru yang suka mengaduk-ngaduk emosi lawan politiknya, kini mengantarnya ke bui.


PinterPolitik.com

 

[dropcap size=big]J[/dropcap]umat lalu menjadi hari berwarna, bukan saja untuk Setya Novanto alias Papa, tapi juga Jonru Ginting. Keduanya sama-sama punya urusan dengan kepolisian, tapi nasib mereka sangat berkebalikan. Jonru, blogger terdepan yang sering ‘merongrong’ Jokowi resmi jadi tersangka, sementara Papa malah resmi melepaskan status tersangka.

Jonru memang berbeda dengan Papa, ia terciduk karena dituduh sebar kebencian di dunia maya. Bukan korupsi punya. Setelah mengelurkan mantera “Saya tidak takut” sebanyak tiga kali di acara Indonesian Lawyer Club (ILC) tempo hari lalu, ternyata tetap tak mampu melindungi laki-laki berusia 46 tahun itu dari laporan ujaran kebencian dan ancaman penjara.

Walaupun begitu, tetap ada nilai baik yang bisa dipelajari dari Jonru. Bukan, bukan soal menulis dan mencari fakta tentunya. Tapi belajar mencintai. Ya, mencintai tokoh politik yang jauh di mata, hingga harus menanggung ancaman penjara.

Sejak 2014 lalu, Jonru sudah menasbihkan diri menjadi pemuja Prabowo. Baginya Prabowo adalah pusat pergulatan ideologi politiknya. Hanya Prabowo yang menempati relung hati dan pikirannya. Pokoknya, siapapun yang berseberangan dengan Paduka Prabowo, otomatis menjadi target kritik Jonru di laman Facebook-nya yang powerful itu (pengikutnya lebih dari satu juta!).

sumber: istimewa

Sebaliknya, siapapun yang didukung Prabowo, maka tak sungkan dipuji setengah mati oleh Jonru. Contohnya di pagelaran Pilkada Jakarta 2017 lalu, Jonru mantap mendukung Anies – Sandi karena ada sosok sang cinta, Prabowo. Beragam manuver menjelekan Ahok, sebagai lawan Anies – Sandi banyak dilancarkan.

Setelah Pilkada Jakarta usai, apakah Jonru lantas diam? Oh, tentu tidak. Melihat dan mendengar Prabowo berkoar tentang Rohingya, turut membuatnya menurunkan tulisan membela keberadaan Rohingya. Tak lupa juga beragam aksi-aksi Bela Islam hingga pembubaran HTI.

Menjadikan Prabowo (dan Islam) sebagi poros intelektualnya, mau tak mau membuatnya rela berhadapan dengan berbagai laporan penghinaan dan sebutan penyebar konten hoaks. Tentu dia menolak disebut penyebar hoaks, tapi dijamin cintanya kepada Prabowo tak malu diakui. Jonru gitu lho.

Bayangkan, di mana lagi bisa ditemukan kesetiaan macam itu? Di mana lagi buncahan produktifitas bisa muncul karena sosok idola? Siapa yang bisa menangkap pesona Prabowo dengan sempurna melalui kelima inderanya? Semua hanya bisa dilakukan Jonru. Yah, memang biar Jonru saja, supaya tak ada yang harus melakukannya.

Sekali lagi Jonru mengajari kita bagaimana cara mencinta dan pentingnya berpikir logis, tentunya. Sudah itu saja. Dia rela menerima menjadi tersangka karena Prabowo, sang junjungan. Apakah Prabowo peduli? Apakah Prabowo senpai tahu? Apakah Prabowo membelanya? Sepertinya tidak. Mungkin malah Prabowo berpikir, Jonru adalah jenis kue tradisional asal Sumatera Utara. Prabowo lebih cinta pada kuda-kuda mahalnya.

Yah, begitulah. Dunia memang mencari belut. Ada yang tertangkap, ada yang lolos. Jonru kini harus jadi belut yang tertangkap. Lha kalau tertangkap semua, nanti dramanya di mana? (A27)

Exit mobile version