Site icon PinterPolitik.com

Beda Takdir Demonstran Indonesia-Hong Kong

demonstrasi Indonesia Hong Kong

Demonstrasi mahasiswa (Foto: Tempo/Subekti)

“Mungkin ini memang jalan takdirku, mengagumi tanpa dicintai,” – Ungu, Cinta dalam Hati


Pinterpolitik.com

Kalau diperhatikan, masyarakat di Indonesia dan Hong Kong tengah mengalami kondisi yang hampir mirip. Baik Indonesia maupun Hong Kong tengah dilanda aksi demonstrasi panjang akibat rancangan legislasi yang mengkhawatirkan rakyat.

Jika Indonesia diterpa revisi UU KPK, RKUHP dan RUU lain, masyarakat Hong Kong berang karena adanya rancangan regulasi anti-ekstradisi.

Selain fokus tuntutan yang mirip, dinamika massa perserta aksi juga tergolong mirip. Masyarakat yang terlibat tampak saling bahu-membahu, saling menjaga, dan saling melindungi.

Contoh gampangnya, di kedua aksi ini ada kelompok medis sukarela yang mau menangani luka para demonstran. Ingat luka fisik ya, buka luka di dalam hati.

Nah, bedanya dalam periode demonstrasi Hong Kong yang telah berjalan berbulan-bulan, sampai saat ini belum ada jatuh korban karena tertembak peluru yang dibiayai negara. Memang sih, ada korban jiwa, tapi semuanya itu terjadi dalam kasus bunuh diri, bukan ditembak mati polisi.

Sayangnya, kasus di Indonesia tidak seperti di Hong Kong. Baru beberapa hari massa turun ke jalan, sudah ada dua orang yang meregang nyawa diterjang timah panas aparat.

Miris ya, padahal waktu demo lebih singkat, tapi sudah ada yang harus meninggal. Gimana jadinya kalau demonstrasi berjalan berbulan-bulan seperti di Hong Kong ya? Tentu kita sih berharap penambahan masa demonstrasi, tidak berbanding lurus dengan penambahan korban tewas akibat tertembak mati ya.

Sebenarnya, ada hal yang membuat perbandingan demonstrasi di kedua negara ini menjadi lebih ironis. Masyarakat di Hong Kong sebenarnya menghadapi aparat yang terafiliasi dengan Tiongkok, di mana negara tersebut kerap dianggap sebagai negara represif.

Nah, Indonesia sendiri dalam banyak kasus sebenarnya sering dianggap lebih demokratis ketimbang dengan Tiongkok, tapi kok bisa ya di Indonesia ada korban pendemo yang terkena peluru aparat?

Ada pemandangan kontras, demonstrasi Hong Kong berbulan-bulan tak ada korban tertembak mati, sementara di Indonesia, baru hitungan hari sudah dua meninggal diterjang peluru. Share on X

Sedih ya, kan demokrasi Indonesia ini kerap dibangga-banggakan sebagai salah satu yang terbesar. Masak, negara demokrasi terbesar penanganan demonstrasinya harus menelan korban nyawa? Masak sih kalah dari Tiongkok yang kerap dikritik karena terlalu represif.

Ironi lainnya sebenarnya adalah itu peluru kan dibiayai oleh APBN yang berasal dari pajak rakyat. Kan sedih juga, uang rakyat ternyata disalahgunakan untuk menembak rakyat. Padahal, korban itu sedang berjuang untuk seluas-luasnya kebermanfaatan rakyat.

Dalam konteks ini, mungkin negara harus belajar lebih rapi lagi dalam menangani demonstrasi. Malu loh, masak negara demokrasi terbesar kalah dengan negara seperti Tiongkok. Kan demonstrasi itu hak kebebasan berpendapat, jadi ya harus ada prosedur yang lebih rapi agar tak timbul korban.

Ya, semoga saja tidak timbul korban lagi ya dari demonstrasi ini. Sekarang sih, katanya sudah ada 13 orang polisi yang diamankan karena jatuhnya dua korban tersebut, semoga bisa diusut tuntas ya. Kalau perlu, masyarakat mengawal perjalanan kasusnya agar berlangsung lebih transparan. (H33)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version