“The one who adapts his policy to the times prospers, and likewise that the one whose policy clashes with the demands of the times does not.” – Niccolo Machiavelli
PinterPolitik.com
Belom selesai polemik anggaran janggal di APBD DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali jadi berita setelah ia mengeluarkan perintah untuk nyopot atap jembatan penyebrangan orang (JPO) Sudirman.
Anies menganggap ini langkah yang pas untuk meningkatkan potensi wisata fotografi di jembatan tersebut. Menurutnya, spot JPO Sudirman memang pas karena memiliki pemandangan yang menakjubkan, apalagi di malam hari.
Sekilas memang tidak ada yang aneh dari perintah ini, kecuali iklim yang tak bersahabat. Indonesia ini kan memasuki musin hujan. Percuma juga atap JPO dicopot buat selfie kalo hujan. Orang malah males lewat situ, sudah tak bisa selfie, kehujanan pula karena sudah tak beratap.
Belum lagi jika tak hujan, panas mentari di negara beriklim tropis itu jahanam sekali. Ketiadaan atap itu dibanding meningkatkan estetika lebih tepatnya menyiksa. Beberapa pejalan kaki yang memakai JPO Sudirman pun mengeluhkan bahwa tanpa atap, mereka tersiksa karena kepanasan di siang hari.
Kalo dibandingin sama Jepang dan Hong Kong ya jelas ga bisa lah. Wong mereka iklimnya beda dengan Indonesia. Pada negara beriklim tropis, curah hujan turun dengan lebih deras dan kadang sulit diprediksikan. Tentunya tak bisa disamakan dengan negara empat musim yang iklim dan cuacanya beda drastis.
Pak Anies nih hobi banget ngikutin tren. Tren pun tentunya harus mengikuti kondisi negara sendiri. Lagian kan orang-orang yang kerja di SCBD, itu hobi banget jalan kaki karena tempatnya yang nyaman dan megah. Kalo atap JPO-nya dicopot justru mengurangi kenyamanan dong pak.
Bisa dibilang ini mah plot twist. Niat nyopot atap buat meningkatkan nilai estetika malah mengurangi fungsi kenyamanan. Tapi ini udah sering banget ga sih Pak Anies kayak gini.
Contoh yang penanaman Gabion buat gantiin Bambu Getah-Getih itu makan dana ratusan juta dan memang diperuntukkan untuk ngurangin polusi di pusat kota. Namun, nanem Gabion di tengah kota yang cuma sepetak melawan akumulasi polusi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang masif mungkin gak akan seimbang.
Melihat kondisi itu, Pak Anies ini mungkin aja “buka tutup lubang” deh. Yang harusnya ditutup itu JPO Sudirman dan yang dibuka itu proses penanggaran di DKI Jakarta. Kan kita jadi gak tahu kalau ada anggaran semacam lem Aibon sebesar 82,8 miliar Rupiah.
Pak Anies kan sepertinya ngikutin tren selfie dalam urusan pembukaan atap JPO. Padahal, ada tren lain yaitu transparansi anggaran yang harusnya bisa dilakukan oleh Pak Anies. Semoga sang gubernur bisa ngikutin tren yang tepat ya dalam membuat kebijakan biar gak salah langkah. (M52)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.