Berbagai pihak telah memiliki prediksi atas calon-calon potensial dalam Pilpres 2024. Salah satunya adalah prediksi Rocky Gerung soal pasangan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (BTP atau Ahok). Mungkinkah mereka maju sebagai pasangan calon?
PinterPolitik.com
“How come all my enemies is frenemies” – Juice WRLD, penyanyi rap asal Amerika Serikat
Tahun 2024 yang akan menjadi tahun bagi pagelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) memang masih terlampau jauh. Namun, berbagai pihak – lembaga survei dan peneliti – mulai mencoba “menembakkan” prediksi mereka terkait siapa-siapa yang saja berpotensi mencalonkan diri.
Indo Barometer misalnya, melakukan survei pada Januari lalu. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa Prabowo Subianto (Ketum Partai Gerindra), Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Sandiaga Uno (mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta), Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), dan sebagainya adalah sosok-sosok yang menjadi pilihan masyarakat.
Selain Indo Barometer, terdapat juga hasil survei yang dirilis oleh Politika Research and Consulting (PRC). Hampir sama, lembaga ini juga menunjukkan adanya potensi besar dari nama-nama seperti Prabowo, Sandiaga, Anies, dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah).
Begitu juga dengan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI Dennny JA) pada Juli 2019 lalu, lembaga satu ini juga menunjukkan nama-nama yang hampir sama. Namun, keunikan survei dari lembaga ini adalah adanya nama Mr/Mrs. X.
Menurut lembaga tersebut, nama X itu menunjukkan kemungkinan akan adanya sosok baru – seperti nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2014 silam. Tatkala bernada misterius, banyak orang akhirnya memiliki asumsi atas siapa sosok nama X tersebut, termasuk LSI Denny JA sendiri.
Tapi hari ini, dengan portofolio sebagai Mentri Pertahanan, Prabowo kembali menempati posisi teratas (24%). Sandiaga Uno tampak juga masih populer dan mendapatkan dukungan signifikan meskipun ada sedikit penurunan menjadi 19%. pic.twitter.com/YQAynnpRt3
— The Cyrus Network (@cncyrus) March 13, 2020
Rully Akbar – peneliti LSI Denny JA – menyebutkan bahwa tidak menutup kemungkinan Basuki Tjahaja Purnama (BTP atau Ahok) dapat menjadi sosok X tersebut. Menurutnya, bila benar begitu, Ahok dapat menjadi efek kejut pada tahun 2024 nanti.
Meski begitu, pengamat politik Rocky Gerung memiliki pendapat lain. Bagi mantan pengajar Universitas Indonesia tersebut, Ahok tidak memiliki peluang besar pada tahun 2024 nanti.
Rocky malah memberikan prediksi kemungkinan lain. Menurutnya, Ahok malah memiliki kemungkinan besar untuk mendampingi Anies pada Pilpres 2024 mendatang.
Prediksi yang diungkapkan oleh Rocky ini sontak menimbulkan berbagai pertanyaan. Mengapa Anies dan Ahok dianggap berpotensi dalam Pilpres 2024? Lantas, mungkinkah mereka keluar sebagai pasangan yang berpotensi menang nantinya?
Mengapa Anies-Ahok?
Prediksi yang diungkapkan oleh Rocky bukan tidak mungkin menjadi hal yang mengejutkan. Bagaimana tidak? Kedua tokoh ini kerap dianggap berseberangan semenjak keduanya bersaing dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 silam.
Pertentangan antara keduanya turut diikuti oleh para pendukungnya. Bila Ahok banyak didukung oleh massa yang mengklaim diri mereka sebagai kelompok progresif, Anies lebih banyak didukung oleh kelompok Muslim seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraan Alumni (PA) 212.
Hingga kini, keduanya masih acap kali dibanding-bandingkan oleh publik. Perihal banjir di Jakarta misalnya, kinerja Anies tak terhindar dari perbandingan terhadap kinerja Ahok kala masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Meski begitu, apa yang dibilang oleh Rocky bukan tidak mungkin dapat terjadi. Pasalnya, akhir-akhir ini, Presiden Jokowi tengah ingin membangun polar kekuatan baru, yakni sebagai poros ketiga terhadap kekuatan-kekuatan politik yang telah eksis.
Presiden Jokowi sendiri disebut-sebut memiliki potensi untuk memisahkan diri dari pusat kekuatan milik PDIP yang dipimpin oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Kemungkinan tersebut bisa jadi didasarkan pada motivasi agar dinamika kekuatan politik Indonesia tidak didominasi oleh PDIP.
Layaknya konsep balance of power dari tradisi realis di studi Hubungan Internasional, Jokowi bisa jadi berusaha untuk melakukan balancing – upaya penyeimbangan kekuatan – terhadap PDIP.
Dengan balancing, kekuatan PDIP tidak lagi menjadi sangat dominan dalam kancah perpolitikan. Persebaran kekuatan politik pun menjadi lebih merata – menciptakan persaingan terhadap satu sama lain.
Hal ini bisa saja dilakukan melalui jembatan yang dibangun melalui Ahok dan Anies. Seperti yang kita ketahui, Ahok sendiri merupakan figur yang disebut-sebut dekat dengan Jokowi.
Melalui Ahok, bukan tidak mungkin Jokowi tengah meningkatkan kekuatan kepresidenannya. Mengacu pada konsep presidential power milik Richard Neustadt, agar kekuatan presiden dapat lebih terkontrol, presiden perlu memiliki pengaruh terhadap aktor-aktor politik lainnya – melalui pembangunan relasi terhadap kekuatan politik lain.
Melalui Anies, bukan tidak mungkin Jokowi dan Ahok berupaya membangun relasi kekuatan tersebut sehingga balancing yang dimaksudkan tadi dapat terpenuhi. Upaya ini bisa jadi membuat Jokowi semakin kuat dalam menentukan dinamika pertarungan politik pada tahun 2024 nanti.
Kemungkinan ini dapat menjadi mungkin terjadi dengan adanya beberapa sikap baru yang dikeluarkan Istana. Banjir di Jakarta yang terjadi beberapa waktu lalu misalnya, tidak lagi menjadi sasaran empuk bagi pemerintah pusat untuk mengkritik Anies.
Pemerintahan Jokowi justru dianggap “membela” Anies dengan mengakui bahwa persoalan banjir adalah persoalan bersama. Maka dari itu, pemerintah pusat turut meringankan beban kritik terhadap Anies.
Meski begitu, apakah mungkin Anies dan Ahok bersatu dalam menghadapi Pilpres 2024? Bisakah keduanya keluar menjadi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang unggul?
Bisakah Unggul?
Bila kemungkinan Anies dan Ahok akan berpasangan pada tahun 2024 nanti benar adanya, bukan tidak mungkin mereka akan menghadapi beberapa tantangan. Beberapa di antaranya adalah gesekan antarkelompok pendukung Anies-Ahok dan peraturan hukum yang mengatur soal persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden.
FPI dan PA 212 misalnya, kerap bergesekan dengan para pendukung Ahok. Ahok sendiri selalu dilihat secara negatif oleh kelompok tersebut. Mengacu pada Teori Identitas Sosial, kedua kelompok ini banyak memiliki demarkasi sosial yang cukup lebar.
Selain itu, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, beberapa persyaratan utama ini telah diatur dalam Pasal 6. Dalam pasal tersebut, syarat-syarat yang disebutkan adalah status kewarganegaraan Indonesia sejak lahir, tidak mengkhianati negara, dan mampu secara rohani dan jasmani dalam menjalankan tugas dan kewajiban presiden dan wakil presiden.
Pasal 6 juga menyebutkan bahwa persyaratan lanjutan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini tertuang dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 5 UU tersebut menyebutkan beberapa syarat. Salah satunya mewajibkan capres dan cawapres agar tidak pernah dijatuhi pidana penjara selama lima tahun lebih. Selain itu, calon juga disyaratkan tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Bisa jadi, butir-butir pasal inilah yang menjadi hambatan bagi kemungkinan pasangan Ahok. Pasalnya, Ahok sempat dipidana penjara karena dianggap melakukan penistaan agama beberapa tahun lalu.
Meski begitu, bukan tidak mungkin manuver politik dapat meloloskan Ahok. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tahun 1999 silam misalnya, dianggap dapat lolos dari persyaratan kesehatan rohani dan jasmani dan menjadi presiden karena peraturan tersebut tidak terlalu diperhatikan.
Bila Anies-Ahok masih mungkin mencalonkan diri mereka sebagai pasangan calon dalam Pilpres 2024, bagaimanakah kira-kira peruntungan mereka nanti?
Guna memahami peruntungan keduanya, pemikiran Pierre Bourdieu – filsuf asal Prancis – mungkin bisa digunakan. Bourdieu dikenal melahirkan konsep-konsep seperti social capital dan cultural capital.
Pemikiran Bourdieu inilah yang akhirnya digunakan oleh Kimberly L. Casey dari University of St. Missouri-St. Louis dalam tulisannya yang berjudul Defining Political Capital. Menurut Casey, modal-modal seperti modal sosial, modal manusia, modal kebudayaan, modal ekonomi, dan modal-modal lainnya dapat dikombinasikan menjadi modal politik (political capital).
Modal politik yang dapat membuat Anies dan Ahok unggul adalah modal sosial. Casey menjelaskan bahwa modal sosial dapat dilihat dari tiga sisi, yakni dukungan kelompok kolektif, relasi personal, rekognisi (name recognition).
Baik Anies maupun Ahok memiliki name recognition tersendiri di publik. Selain itu, keduanya juga memiliki dukungan kelompok kolektif yang cukup besar.
Anies misalnya, menjadi salah satu capres potensial yang didukung oleh banyak kelompok. Salah satunya adalah kelompok-kelompok Islam seperti FPI dan PA 212.
Di sisi lain, Ahok juga memiliki dukungan kolektif yang cukup luas di masyarakat. Bagaimana pun juga, citra Ahok sebagai pejabat yang ‘bersih’ dan memilik kemampuan manajerial yang baik masih mewarnai diskursus publik.
Bukan tidak mungkin, modal yang dimiliki keduanya dapat menjadi keunggulan tersendiri bagi Anies-Ahok bila benar akan muncul sebagai pasangan capres-cawapres pada tahun 2024 nanti.
Meski begitu, layaknya prediksi, kemungkinan ini belum tentu sepenuhnya benar dapat terjadi. Mari kita nantikan saja lah kejutan akan kemungkinan ini. (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.