HomeNalar PolitikAmien Rais Jatuh, PAN Waspada?

Amien Rais Jatuh, PAN Waspada?

Setelah sebelumnya dukungan Amien Rais selalu menjadi penentu kemenangan bagi calon Ketua Umum (Ketum) Partai Amanat Nasional (PAN), pada Kongres V tradisi tersebut sepertinya telah memudar. Tidak hanya menunjukkan mulai memudarnya pengaruh sang “bapak reformasi” itu, namun juga melahirkan spekulasi dari beberapa pihak bahwa terdapat peran Istana dalam kemenangan Zulkifli Hasan (Zulhas) sebagai Ketum PAN. Benarkah demikian?


PinterPolitik.com

Seperti halnya masyarakat Indonesia sangat mengenal Indomie, politikus PAN, Muhammad Amien Rais juga merupakan sosok yang begitu akrab di telinga masyarakat.

Atas peran besarnya dalam memimpin massa yang berbuah pada jatuhnya rezim Orde Baru, Amien Rais kemudian dikenal sebagai “bapak reformasi”. Sejak saat itu, alumnus Universitas Gadjah Mada tersebut dikenal sebagai politisi yang memiliki pengaruh besar, khususnya di internal PAN, partai yang didirikannya.

Hal tersebut misalnya terlihat di dalam pemilihan Ketum PAN, di mana dukungan Amien menjadi semacam sinyal bahwa calon yang bersangkutan mestilah yang menjadi pemenang.

Pada Kongres III PAN di 2010 misalnya, ketika Hatta Rajasa bersaing dengan Soetrisno Bachir, dukungan Amien membuat Hatta menang secara aklamasi. Begitu pula pada Kongres IV PAN di 2015, dukungan Amien atas Zulhas membuatnya berhasil mengalahkan Hatta. Padahal, Hatta yang merupakan mantan Menteri Riset dan Teknologi tersebut berhasil menaikkan suara PAN di Senayan pada Pemilu 2014.

Kini, pada Kongres V PAN, dukungan Amien atas Mulfachri Harahap nyatanya tidak membuahkan kemenangan bagi mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI tersebut. Karena tanpa diduga, Zulhas berhasil menempatkan dirinya sebagai Ketum PAN untuk yang kedua kalinya.

Tidak hanya mencatatkan rekor sebagai ketua partai pertama di PAN yang memimpin selama dua periode, kemenangan tersebut juga memutus tradisi “restu Amien” sebagai penentu nahkoda partai berlambang matahari itu. Atas perisitiwa tersebut, berbagai pihak kemudian menyebutkan bahwa itu adalah indikasi kuat lunturnya pengaruh Amien di PAN.

Tidak hanya itu, kemenangan Zulhas tersebut juga disinyalir bukan hanya terkait persoalan pengaruh Amien yang mulai luntur, melainkan juga memunculkan spekulasi dari beberapa pihak bahwa terdapat peran Istana di balik kemenangan tersebut.

Lantas, jika benar terdapat peran Istana, atas dasar apa hal tersebut sekiranya terjadi? Lalu, apakah itu berhubungan dengan lunturnya pengaruh Amien seperti yang dikemukakan oleh berbagai pihak?

Kemenangan Zulhas, Istana Berperan?

Spekulasi atas adanya peran Istana misalnya diutarakan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago yang menyebutkan bahwa terdapat aroma adanya upaya Istana untuk menarik PAN ke dalam koalisi. Menurutnya, jika Mulfachri yang menjadi Ketum PAN, maka sosok yang didukung oleh Amien ini akan mempersulit Istana untuk menarik PAN ke dalam koalisi.

Melihat manuver politik Zulhas dalam beberapa bulan terakhir ini, argumentasi Pangi tersebut nampak sangat masuk akal.

Pada Juli 2019 lalu, mantan Ketua MPR tersebut telah melayangkan dukungannya kepada pemerintah Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin yang disebutnya tanpa syarat. Atas hal itu pula Amien memberikan tanggapan dengan suara meninggi bahwa pernyataan dukungan tanpa syarat tersebut membuatnya begitu tidak mengerti dan menangis.

Lalu, pada April 2019, mantan Ketum PAN, Soetrisno Bachir menyebutkan bahwa ia mulai dapat membaca arah politik PAN setelah Pemilu 2019. Menariknya, pernyataan tersebut diutarakan ketika menanggapi pertemuan Zulhas dengan Presiden Jokowi di Istana Negara tiga hari sebelumnya.

Konteks yang menguatkan asumsi Pangi juga diperlihatkan dengan pengunduran diri Asman Abnur sebagai calon Ketum PAN dan kemudian menyatakan dukungannya kepada Zulhas.

Menariknya, Asman adalah mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) yang disebut oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno sebagai menteri yang kinerjanya sangat membuat Presiden Jokowi puas. Dalam pengakuannya pada Januari 2020 lalu, Asman juga menuturkan bahwa ia memiliki hubungan yang baik dengan Presiden Jokowi.

Atas itu pula, seperti yang diungkapkan oleh pengamat politik, Hendri Satrio, ada kabar yang menyebutkan bahwa Asman mendapat dukungan dari Istana. Jika kabar tersebut benar, maka patut diduga bahwa dengan adanya dukungan Asman ke Zulhas, dukungan Istana kemungkinan besar berpindah kepada mantan Menteri Kehutanan tersebut.

Atas berpindahnya dukungan Asman itu pula, kita mungkin dapat memahami mengapa Zulhas mendapatkan suara mayoritas di Kongres, menimbang pada Asman disebut sebagai salah satu calon ketum terkuat. Lalu, ada pula dukungan dari mantan Ketum PAN, Hatta Rajasa yang tentunya dapat memberikan tambahan dukungan.

Melihat berbagai indikasi tersebut, sepertinya cukup beralasan lahirnya dugaan bahwa terdapat peran atau dukungan Istana di balik kemenangan Zulhas. Terlebih lagi, dugaan serupa juga pernah berseliweran pada Kongres Partai Golkar yang memenangkan Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto yang disebut-sebut didukung oleh Istana.

Namun, dugaan-dugaan tersebut tentu saja hanya menjadi analisis para pengamat. Terlepas benar tidaknya, itu menjadi semacam pelengkap dalam diskursus politik publik yang memang penuh interpretasi.

Lepas dari Dominasi Amien, Tepatkah?

Selain adanya dugaan peran Istana, pernyataan Waketum PAN, Bara Hasibuan yang mengomentari kemenangan Zulhas menambah menarik konteks masalah ini. Pasalnya, ia menyebutkan bahwa kemenangan tersebut dapat membuat PAN menjadi partai modern yang tidak terbelenggu oleh satu sosok yang begitu mendominasi selama ini.

Kendati tidak menyebutkan siapa sosok tersebut, besar kemungkinan itu adalah Amien. Dengan kata lain, di tubuh PAN sendiri, sepertinya terdapat gerakan yang ingin melepaskan diri dari dominasi Amien.

Adanya gerakan tersebut sebenarnya sudah terendus kuat sejak masa kampanye Pilpres 2019. Nurul Fitri Ramadhani dalam tulisannya di The Jakarta Post, menyebutkan bahwa terdapat surat tertulis yang ditandatangai oleh pendiri PAN lainnya, yaitu Abdillah Toha, Albert Hasibuan, Zumrotin K. Susilo, Goenawan Mohamad, dan Toeti Heraty untuk menegaskan agar aktivitas politik Amien dihentikan dan tampuk kekuasaan PAN diberikan kepada generasi selanjutnya.

Konteks dominasi Amien tersebut juga yang disoroti oleh Kepala Departemen Politik dan Pemerintahan The Habibie Center, Bawono Kumoro dalam tulisan opininya di Koran Tempo. Mengutip pandangan professor politik, Scott Mainwaring, ia menyebutkan bahwa dominasi individu dalam sebuah partai politik akan membuat partai menjadi tidak terlembagakan dengan baik.

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa lunturnya pengaruh Amien di PAN disebabkan karena adanya gerakan internal yang ingin melepaskan diri dari dominasi pengaruh sang bapak reformasi.

Akan tetapi, mengacu pada kalkulasi politik masa depan, yakni terkait Pemilu 2024 mendatang, terdapat kemungkinan bahwa terlepasnya pengaruh dominasi Amien di tubuh PAN justru mendatangkan dampak negatif.

Hal tersebut misalnya diungkapkan oleh kader PAN Sulawesi Selatan, Buhari Kahar Muzakkar yang menyebutkan bahwa tereduksinya pengaruh Amien dapat berdampak pada menurunnya dukungan konstituen warga Muhammadiyah kepada PAN di pemilu yang akan datang.

Nadia Bulkin dalam tulisannya Indonesia’s Political Parties, juga menyebutkan bahwa dengan adanya Amien sebagai pendiri PAN, membuat partai tersebut memiliki afialiasi dengan Muhammadiyah.

Sama halnya dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengandalkan basis massa organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), menurunnya dukungan dari organisasi Islam seperti Muhammadiyah tentu saja dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi PAN.

Dengan kata lain, selain adanya semangat untuk melakukan pergantian tampuk kekuasaan, PAN juga sepertinya harus tetap menjaga citra Amien di tubuh partai berlambang matahari tersebut guna mempertahankan dukungan dari Muhammadiyah. Hal tersebut misalnya dilakukan dengan memberikan posisi strategis bagi anak Amien, Hanafi Rais di jabatan struktural PAN. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (R53)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...