pinterpolitik.com – Kamis, 11 Januari 2017.
CHICAGO – Presiden Amerika Serikat Barack Obama menitikkan air mata saat menyampaikan pidato perpisahan di Chicago. Dia menyerukan agar rakyat AS mempertahankan nilai-nilai Amerika dan menolak diskriminasi.
“Sebagai warga negara, kita harus tetap waspada terhadap agresi dari luar, kita harus menjaga diri dari pelemahan nila-nilai jati diri kita,” ujar Obama di depan sekitar 18.000 hadirin yang menyaksikan langsung pidato perpisahannya. Selasa (10/1) malam.
Ini merupakan pidato terakhir Obama sebelum dia menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada Donald Trump pada 20 Januari. Disaksikan istrinya Michelle, anaknya Malia, ibu mertuanya Marian Shields Robinson, serta Wakil Presiden Joe Biden dan istri, presiden ke-44 AS ini menyampaikan sejumlah hal, termasuk pencapaian dan perjuangan yang belum selesai.
Obama sempat menyeka air matanya saat menyampaikan pujian dan terima kasihnya kepada istrinya yang sudah mendampinginya selama 25 tahun. “Dia bukan hanya istri dan ibu dari anak-anak saya, melainkan juga teman terbaik,” katanya ditujukan kepada istrinya.
Anak sulungnya Malia, yang duduk bersebelahan dengan ibunya, ikut menitikkan air mata. Hal serupa terjadi pada Wapres Joe Biden saat Obama secara khusus menyebutnya sudah seperti saudaranya sendiri. Anak bungsunya, Sasha, tak tampak dalam acara itu karena sedang mempersiapkan diri untuk ujian.
Belum Terwujud
Masalah rasial, yang dulu diharapkan selesai dengan terpilihnya Obama sebagai presiden kulit hitam pertama, ternyata belum terwujud. “Masalah rasial selalu tetap merupakan potensi perpecahan masyarakat kita,” kata Obama.
Demikian pula demokrasi harus terus diperjuangkan, kadang berat, penuh perdebatan, tak jarang berdarah-darah. Demokrasi tidak memerlukan keseragaman. “Para pendiri kita bertengkar dan berkompromi serta berharap kita melakukan hal yang sama. Namun, mereka tahu bahwa demokrasi memerlukan sebuah landasan solidaritas,” kata Obama tentang demokrasi.
Menyinggung tentang perjuangan melawan ekstremisme, intoleransi dan sektarianisme, ia mengatakan hal itu sejalan dengan perjuangan melawan otoritarianisme dan agresi nasionalis. Jika ruang lingkup kebebasan dan penghormatan penegakan hukum tenggelam, kemungkinan perang antarbangsa akan meningkat. “Pada akhirnya kebebasan kita terancam,” ujar Obama.
Dia mengingatkan rakyat untuk waspada, tetapi tidak takut. (kmps/A11)