“Negarawan adalah orang yang taat konstitusi, bukan menyerah pada selera politisi”. – Najwa Shihab
Pinterpolitik.com
Dapat dibilang Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY adalah tokoh dengan segudang catatan prestasi ya cuy. Tidak sedikit juga orang yang mencatat bukti sejarah tersebut, sehingga banyak elite atas hingga masyarakat bawah yang menganggap bahwa doi adalah orang hebat.
Bahkan hal ini membuat mantan Perdana Menteri Australia Tony Abbot tidak segan menyebut SBY sebagai seorang negarawan hebat yang mampu memimpin Indonesia dengan baik. Terlebih, doi mengatakan bahwa ketika SBY tidak lagi menjabat, Indonesia akan kehilangan seorang negarawan.
Di tangan doi, Indonesia dapat dikatakan menjadi sebuah negara yang berhasil, padahal baru pertama kali menyelenggarakan Pemilu secara terbuka. Hal tersebut terlihat dari perekonomian yang stabil sekalipun sempat diguncang krisis tahun 2008. Demikianpun dengan keamanan dan ketertiban sosial yang tidak banyak gejolak, konflik horizontal yang minim, dan iklim demokrasi yang terjaga.
Bahkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak segan membuka 35 prestasi yang dicapai oleh Ketua Umum Partai Demokrat itu semasa memimpin Indonesia cuy. Misalnya, sejak tahun 2009 Indonesia masuk sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia di antara negara-negara anggota G20. Lalu rasio utang pemerintah juga menurun terhadap PDB di bawah SBY. Tak ketinggalan, Indonesia juga bisa melunasi utang luar negeri dari IMF di era SBY.
Jika dilihat dari posisi politiknya, pasca tidak lagi menjabat sebagai presiden, SBY masih tetap sangat diperhitungkan loh. Bahkan pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Nyarwi Ahmad menyebutnyasebagai the real king maker yang dapat menjadi mentor tepat bagi Prabowo Subianto – tentu saja kala koalisi keduanya terjadi pada Pilpres 2019 ini.
Nah, belakangan ini banyak pihak yang menilai aneh sikap SBY, khususnya dalam konteks kenegarawanan itu. Seperti membiarkan AHY sering melakukan komunikasi politik dengan Jokowi. Ada apa ya? Share on XMeski memang pada akhirnya posisi Partai Demokrat sering ditinggalkan oleh Koalisi Indonesia Adil Makmur, tapi SBY terlihat selalu menjadi aktor kunci dalam pengambilan keputusan. Bahkan tidak hanya di kubu Prabowo-Sandiaga Uno saja, tapi juga di kubu Jokowi-Ma’ruf Amin loh.
Ini dibuktikan dengan ungkapan politisi PDIP Eva Kusuma Sundari yang mengatakan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak mempermasalahkan jika Demokrat bergabung ke koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin.
Waduh, padahal sudah menjadi rahasia umum ya gengs, bahwa Megawati punya sakit hati tersendiri terhadap SBY, meski sampai sekarang masih menjadi misteri terkait alasan sebenarnya mereka tidak bisa akur. Kayak film horor aja ya cuy, penuh dengan misteri. Hehehe.
Nah, belakangan ini justru banyak pihak yang menilai aneh sikap SBY, khususnya dalam konteks kenegarawanan itu. Membiarkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sering melakukan komunikasi politik dengan Jokowi misalnya, dianggap oleh beberapa pendukung Prabowo sebagai hal yang kurang etis.
Padahal, tanggal 22 Mei 2019 sebagai batas pengumuman hasil Pemilu belum juga lewat dan KPU belum mengumumkan pemenang resmi kontestasi elektoral di tahun ini. Apalagi, kubu Prabowo-Sandi masih kukuh mengatakan bahwa banyak terjadi kecurangan di Pemiliu 2019.
Sebagai tokoh politik dengan kekuatan besar, tidak mungkin ya SBY tidak mampu membantu mengurai benang kusut ini. Tapi kira-kira ada apa ya gengs sebenarnya? Kok SBY terkesan membiarkan hal itu terjadi?
Coba kita tanya kepada Ebiet G. Ade dan rumput yang bergoyang. Hehehe. (F46)