Site icon PinterPolitik.com

22 Mei, Mega vs Titiek?

22 Mei, Mega vs Titiek?

Pertarungan Megawati VS Titiek (foto: Indovoices)

Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya”. – Soekarno


Pinterpolitik.com

Dendam memang tidak pernah memberikan hasil yang baik ya gengs. Kalau  dendam selalu dipupuk, maka yang semakin membesar adalah sakit hati. Ketika sakit hati itu semakin membuncah, yang mencul adalah keinginan untuk menjatuhkan lawan dengan cara apapun.

Berangkat dari narasi dendam, seharusnya kita sadar ya gengs, kalau Indonesia sebenarnya masih stagnan dalam dinamika politik dan demokrasi. Meski saat ini sudah melewati beberapa masa, seperti Orde Lama, Orde Baru, dan masa reformasi, tetapi sebenarnya kondisi Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan era sebelumnya loh. Hayo tebak, kenapa?

Gini cuy, kalau kita amati secara seksama, aktor dan elite politik yang memiliki kekuasaan besar tidak pernah tersebar merata. Yang mempunyai kekuasaan hanya sekelumit orang di lingkaran itu-itu saja.

Kalau dalam teori politik, mungkin ini yang dinamakan pemerintahan oligarki, tetapi dibalut dengan sistem demokrasi. Bahkan nih, sebenarnya, dinamika yang terjadi pun tidak sedinamis yang banyak orang pikirkan loh.

Coba kita lihat lebih dalam. Isu akan turunnya Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto ke jalan dan langsung memimpin massa dari 20-22 Mei telah memberikan sinyal tersendiri loh. Share on X

Bahkan informasi dari kabar burung yang beredar nih, perebutan kekuasaan saat ini tidak ubahnya perebutan kekuasaan dua keluarga besar di era dulu. Kalau kita amati lebih lanjut nih, konflik dan polemik yang ada di Pemilu 2019 saat ini adalah proses perebutan kekuasaan yang ingin dilakukan oleh keluarga Soeharto dari keluarga Soekarno.

Tragedi 1965 Soeharto merebut kekuasaan dari Soekarno. Tragedi 1998 keluarga Soekarno merebut kekuasaan dari Soeharto. Tragedi 2019? Iron Man mati gara-gara menjentikkan jari setelah merebut sarung tangan Thanos. Upppss. Hehehe.

Nah, coba kita lihat lebih dalam cuy. Isu akan turunnya Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto ke jalan dan langsung memimpin massa dari 20-22 Mei telah memberikan sinyal tersendiri loh.

Pasalnya nih, jika tidak ada kepentingan besar, seorang elite kan emang tidak akan turun secara langsung dan pasti hanya menyuruh orang kepercayaannya saja untuk mengkondisikan. Apalagi, secara terang-terangan doi berani mengatakan bahwa Pemilu 2019 lebih curang daripada era ayahnya dulu.

Waduh, aneh juga ya kalau dibilang gini. Padahal kan kalau dulu nih, Pemilu belum dimulai saja hasilnya sudah ada ya cuy.

Kalau sekarang? Boro-boro ya, KPU salah input data saja langsung didemo orang. Hehehe. Berarti lebih baik mana nih? Pemilu Pak Harto atau Pak Jokowi? Jawab sendiri saja ya.

Terlebih, beberapa bulan yang lalu, Ketua Umum PIDP Megawati Soekarnoputri juga pernah memberikan imbauan kepada kader dan simpatisan partai agar tidak menghujat Soeharto loh. Hmm, nggak bercabang nih arahannya? Kader partai masih bawa-bawa era Soeharto kok untuk nyerang kubu lawan. Uppps.

Nah, kira-kira kalau Titiek Soeharto beneran turun ke jalan,  bisa nggak ya menggulingkan kekuasaan Megawati? Mungkin kita tanyakan saja kepada Ebiet G. Ade dan rumput yang bergoyang. Hehehe. (F46)

Exit mobile version