HomeSejarahYahudi vs Armenia: Terusir, Dibantai, dan Berjaya

Yahudi vs Armenia: Terusir, Dibantai, dan Berjaya

Yahudi dan Armenia. Dua identitas bangsa ini adalah sepenggal kisah sejarah tentang bagaimana penjajahan, genosida dan kekelaman masa lalu menjadi satu kesatuan yang masing-masing mempengaruhi perjalanan dua bangsa tersebut. Lalu, seperti apa pengaruh kedua bangsa ini dan bagaimana perjalanan sejarahnya masing-masing?


PinterPolitik.com

Hingga kini bangsa Yahudi dan Armenia masing-masing memiliki pengaruh yang besar di banyak negara, terutama di Amerika Serikat (AS). Mereka sama-sama berperan dalam lobi-lobi di negeri Paman Sam untuk kepentingan masing-masing negara. Yahudi dengan Israel dan orang-orang Armenia untuk Armenia.

Selain itu, ada juga kisah Holocaust yang menimpa orang-orang Yahudi, sementara di kubu yang lain ada juga Armenian Genocide yang menimpa orang-orang Armenia yang sama-sama meninggalkan jejak sejarah kelam yang masih mempengaruhi lobi-lobi politik negara itu.

Baik Yahudi maupun Armenia merupakan bangsa dengan sejarah panjang. Orang-orang Yahudi, misalnya, sekalipun masih melahirkan berbagai perdebatan para ahli sejarah hingga saat ini terkait asal-usulnya, adalah bagian dari sejarah Israelites alias Bani Israel. Ini adalah semacam konfederasi negara yang ada pada era akhir Iron Age – sebuah era ketika peradaban manusia mengganti perunggu dengan besi sebagai logam utama, yakni antara abad ke-12 SM hingga abad ke-5 SM.

Adapun orang-orang Yahudi modern cenderung mengidentikkan diri mereka dengan Kerajaan Yehuda yang ada di selatan wilayah konfederasi tersebut. Sejak abad ke-7 SM, orang-orang Yahudi sudah mengalami pembuangan atau exile, yaitu ketika Sargon II dari Kerajaan Assyria menduduki wilayah Kerajaan Israel. Ini kemudian berlanjut ketika Nebukadnezar II menjadi penguasa Babylonia.

Walaupun demikian, tonggak lebih besar diaspora orang Yahudi ke berbagai penjuru dunia terjadi ketika kota Yerusalem dihancurkan oleh Titus yang kemudian menjadi Kaisar Romawi, dengan pasukannya yang dipimpin oleh Tiberius Julius Alexander pada tahun 70 masehi.

Tonggak Sejarah Diaspora

Tonggak inilah yang kemudian membuat banyak orang Yahudi tersebar ke daratan Eropa dan Asia lainnya. Aktivitas di dunia perdagangan juga membuat mereka tersebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Indonesia.

Sementara untuk gelombang orang Yahudi yang masuk ke Amerika Serikat, terjadi sekitar pertengahan abad ke-17, salah satunya akibat English Plantation Act pada tahun 1740 yang memungkinkan orang-orang Yahudi menjadi warga negara Inggris dan bermukim di negara-negara koloni Inggris. Gelombang besar lainnya adalah yang terjadi pada abad ke-19 hingga abad ke-20, utamanya dari mereka-mereka yang melarikan diri dari kekejaman politik anti-semit yang dilakukan oleh Adolf Hitler dengan Nazi Jerman.

Ya, tragedi Holocaust merenggut nyawa setidaknya 1,3 juta orang Yahudi dalam 3 bulan, dan total sekitar 6 juta orang Yahudi yang dibunuh Hitler. Tak heran banyak orang Yahudi yang kemudian melarikan diri ke luar Eropa.

Adapun kebanyakan dari kelompok orang Yahudi yang ada di AS saat ini adalah Yahudi Ashkenazi, sekalipun ada juga orang-orang Yahudi Sephardic. Fakta menariknya, jumlah orang Yahudi di AS saat ini hampir sama banyak dengan yang ada di negara Israel.

Sementara orang-orang Armenia juga punya sejarah panjang. Sebagai salah satu negara tertua di dunia dengan catatan sejarah sejak tahun 3.500 SM, orang-orang Armenia adalah penduduk yang mendiami dataran tinggi Armenia di bagian utara Asia Barat. Nama asli negara ini adalah Hayk dan kemudian Hayastan ketika dijajah Persia.

Selama ratusan tahun negara ini mengalami pergolakan seiring perpindahan kekuasaan, mulai dari ketika menjadi bagian dari Urartu alias Kerajaan Ararat antara abad ke-9 SM hingga abad ke-6 SM, hingga ketika dikuasai oleh bangsa Persia, Romawi, Arab, Rusia, dan kemudian Ottoman Empire.

Edmund Herzig dan Marina Kurkchiyan menyebutkan gelombang diaspora orang-orang Armenia ke seluruh dunia sudah terjadi sepanjang 1.700 tahun. Sejak abad ke-4 M, orang-orang Armenia sudah banyak yang keluar dari wilayahnya. Mereka mendiami wilayah-wilayah yang dikuasai oleh orang-orang Persia dan Romawi. Pada tahun 1375, sekitar 150 ribu orang Armenia berpindah ke Cyprus, Balkan, dan Italia. Sementara ketika dikuasai oleh Rusia dan Ottoman, arus perpindahan orang-orang Armenia ini juga ikut terjadi ke dua negara tersebut.

Adapun tonggak terbesar diaspora orang-orang Armenia adalah sejak Hamidian Massacres yang terjadi pada pertengahan tahun 1890-an, Adana Massacre pada 1909, dan Armenian Genocide pada 1915. Ketiganya dilakukan oleh pemerintahan Kekaisaran Ottoman. Armenian Genocide misalnya diperkirakan menewaskan sekitar 1,5 juta orang Armenia. Akibatnya, kebanyakan dari orang-orang Armenia melarikan diri mencari suaka dan negara baru.

Rusia sendiri menjadi rumah bagi komunitas Armenia terbesar dengan jumlah antara 1,1 juta hingga 2,9 juta jiwa. Jumlah ini hampir sama banyak dengan penduduk Armenia di Armenia yang jumlahnya mencapai 2,9 juta jiwa. Banyak juga orang-orang Armenia yang melarikan diri ke AS. Diperkirakan ada hampir sekitar 1,5 juta orang keturunan Armenia di AS saat ini.

Kuatnya Sayap Pengaruh

Dua bangsa ini kemudian menjadi salah dua warna utama komunitas etnik di AS dan bahkan dunia. Tokoh-tokohnya mewarnai segala lini kehidupan. Orang-orang Yahudi memang lebih mendominasi. Lihat saja daftar ekonom, Milton Friedman hingga Paul Krugman yang mendapat hadiah nobel ekonomi merupakan keturunan Yahudi.

Lalu ada Karl Marx hingga mantan Ketua Bank Sentral AS (The Fed) Alan Greenspan juga ada dalam list tersebut. Belum lagi bicara akademisi macam Albert Einstein. Di bidang politik ada sosok macam Henry Kissinger yang menjadi kunci pembalikan hubungan AS dan Tiongkok. Dan masih banyak lagi yang lain.

Orang-orang Armenia sekalipun jauh lebih sedikit, namun juga tak kalah berpengaruh. Di bidang ekonomi ada sosok macam Daron Acemoglu di MIT. Kalian yang gemar main musik, khususnya drum juga pasti tak asing dengan brand Zildjian dan Sabian yang dua-duanya didirikan oleh keluarga Robert Zildjian yang berdarah Armenia. Di bidang hiburan ada nama Kim Kardashian, di olahraga ada Andre Agassi. Pecatur terhebat sepanjang sejarah Garry Kasparov juga punya darah Armenia.

Dalam bidang politik sendiri, baik orang Yahudi maupun Armenia sama-sama memainkan lobi-lobi untuk kepentingan negaranya masing-masing. Lobi Yahudi di AS kebanyakan berfokus pada kepentingan Israel sebagai negara dan komunitas orang-orang Yahudi di AS. Ada The American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), misalnya, yang punya lobi langsung ke Kongres AS.

Sementara lobi Armenia sering terjadi lewat Armenian National Committee of America (ANCA) dan Armenian Assembly of America (AAA). Selain terkait hubungan kerja sama, lobi-lobi ini juga berkutat di seputar isu Armenian Genocide di mana Armenia berharap AS dapat “menindak tegas” atau “memutus hubungannya” dengan Turki yang dianggap bertanggungjawab atas pembantaian di masa lalu ini. AAA sendiri seperti AIPAC sering terlibat dalam konteks kepentingan politik luar negeri.


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Youtube Membership

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...