HomeSejarahVOC, Pembawa Yahudi ke Indonesia?

VOC, Pembawa Yahudi ke Indonesia?

Apa pun yang berhubungan dengan kata “Yahudi” sudah hampir pasti akan menimbulkan perdebatan di Indonesia – mulai dari persoalan identitas agama hingga Zionisme yang menjadi salah satu arahan politik Israel. Namun, bagaimana sebenarnya sejarah kelompok Yahudi di Indonesia?


PinterPolitik.com

Siapa sangka bahwa ternyata terdapat sebagian masyarakat Indonesia yang mengidientifikasi diri mereka sebagai Yahudi. Namun, bila mengacu pada Rabi Yaakov Baruch yang tinggal di Manado, Sulawesi Utara, banyak warga Yahudi di Indonesia yang menyembunyikan identitasnya akibat trauma masa lalu.

Rabi Yaakov sendiri sebenarnya merupakan bagian dari simpul keturunan Yahudi di Indonesia. Rabi Yaakov dan kehadiran kelompok ini mungkin menunjukkan bahwa terdapat pertalian sejarah di antara orang-orang keturunan Yahudi sejarah yang panjang di republik ini.

Konteksnya makin menarik untuk dibahas karena tumpang tindihnya pemahaman antara keturunan Yahudi, agama Yahudi, dan Zionisme yang banyak kali menguatkan gerakan antisemitisme alias anti-Yahudi. Padahal, istilah-istilah itu punya arti yang berbeda.

Lantas, apa sebenarnya perbedaan dari tiga identifikasi tersebut? Kemudian, seperti apa sejarah orang-orang Yahudi yang lahir dan besar di Indonesia ini?

Asal Yahudi di Indonesia

Terdiasporanya orang-orang Yahudi punya sejarah panjang. Sejak abad ke-7 SM, orang-orang Yahudi sudah mengalami pengasingan (exile), yaitu ketika Sargon II dari Kerajaan Assyria menduduki wilayah Kerajaan Israel. Ini kemudian berlanjut ketika Nebukadnezar II menjadi penguasai Babylonia.

Namun, diaspora orang Yahudi ke berbagai penjuru dunia punya tonggak yang lebih besar ketika Kota Yerusalem dihancurkan oleh Titus yang kemudian menjadi Kaisar Romawi – dengan pasukannya yang dipimpin oleh Tiberius Julius Alexander pada tahun 70 M.

Baca Juga: Yahudi vs Armenia: Terusir, Dibantai, dan Berjaya

Sejak saat itu, orang-orang Yahudi tersebar ke daratan Eropa Barat, Asia, hingga ke negara-negara Arab. Tak sedikit dari orang-orang Yahudi ini yang kemudian berprofesi sebagai pedagang dan menjelajah ke berbagai negara di dunia, termasuk ke kepulauan Nusantara.

Adapun jejak tertua orang Yahudi di Indonesia diperkirakan ada sejak abad ke-10 M sebagai akibat kemunculan jaringan perdagangan antara Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Tiongkok. Romi Zarman dalam bukunya Di Bawah Kuasa Antisemitisme menyebutkan bahwa kehadiran orang Yahudi ke Indonesia bisa dilihat dalam tiga gelombang.

Gelombang awal adalah orang-orang Yahudi yang datang pada awal abad ke-10 yang berasal dari Yaman, Maroko, dan Irak dengan tujuan untuk berdagang. Ini dibuktikan dari kisah Ishaaq Yehuda, seorang Yahudi Oman yang berdagang di Sumatera dan tewas dirampok di wilayah kerajaan Sriwijaya. Tiga abad kemudian, lewat dokumen Geniza, diketahui bahwa seorang Yahudi Mesir berlabuh dan berdagang di Barus, Pesisir Barat Sumatra.

Gelombang kedua adalah yang punya tujuan politik ketika terusir dari Spanyol dan Portugal akibat politik inkuisisi dari Gereja Katolik Roma yang membuka pengadilan untuk ajaran-ajaran yang dianggap sebagai bidah atau sesat pada abad ke-16.

Sementara, gelombang ketiga terjadi pada saat masuknya Belanda ke Indonesia. Sebagian besar mereka merupakan Yahudi Separdi alias Sephardic Jews yang memiliki kemampuan berbahasa Arab dan menjadi penerjemah bagi perusahaan dagang Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) milik Belanda dan East India Company (EIC) milik Britania Raya.

Sementara, orang-orang Yahudi Askenazi dari Eropa Timur kebanyakan bekerja sebagai administrator dan ada yang tergabung dalam barisan serdadu VOC. Sementara, Yahudi Mizrahi yang umumnya dari Timur Tengah bergiat dalam bisnis dan perdagangan kala itu.

Baca Juga: Keluarga Rothschild dan Konspirasi Yahudi

Rabi Benjamin Meijer Verbrugge – salah satu pemimpin komunitas Yahudi di Indonesia – dalam salah satu wawancara bahkan menyebut VOC berisi 80 persen orang-orang berdarah Yahudi. Orang Yahudi yang datang ke Indonesia bukan hanya penganut agama Yahudi alias Yudaisme saja, melainkan juga terdiri dari Yahudi Arab beragama Islam yang bermigrasi bersama-sama dengan rombongan Arab. Bahkan, Romi Zarman menyebut dirinya bertemu dengan salah seorang keturunan Yahudi Arab dan menemukan mereka berkontribusi dalam penyebaran agama Islam di Nusantara.

Dalam catatan Romi, pada awal tahun 1920-an, orang-orang Yahudi ini antara lain tersebar di Kutaraja, Padang, Medan, Deli, Batavia, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Jejak peninggalan mereka saat ini masih dapat dilihat dari makam beraksara Ibrani seperti di Peucut Aceh, TPU Pertamburan Jakarta, Kembang Kuning Surabaya, dan Manado.

Hingga kini, komunitas Yahudi masih tersebar di beberapa daerah. Tantangan terbesar mereka adalah menghadapi sentimen anti-Yahudi di Indonesia – terutama akibat konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina.

Nasib Yahudi di Indonesia

Konflik Israel-Palestina dianggap menjadi salah satu yang menumbuhkan sentimen anti-Yahudi di Indonesia. Pada tahun 2009, Sinagoge Beith Shalom di Surabaya yang dibangun sekitar tahun 1948 sempat menjadi sasaran protes keras menyusul perang di Gaza. Sinagoge ini telah dirobohkan pada tahun 2013 lalu.

Dalam survei nasional Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslimin Indonesia, yang dilakukan Wahid Institute pada 2017, kelompok Yahudi berada di urutan ketiga sebagai kelompok yang paling tidak disukai, setelah komunis dan LBGT (lesbian, biseksual, gay, dan transgender).

Meski begitu, saat Abdurahman Wahid alias Gus Dur menjabat sebagai presiden, situasi politik dan sosial lebih terbuka. Keturunan Yahudi pun mulai terbuka mengenai jati dirinya.

Baca Juga: Konflik Israel-Palestina Absen Solusi?

Besarnya anti semitisme di Indonesia tidak lepas dari tumpang tindihnya pemahaman tentang keturunan Yahudi, Zionisme, Yudaisme, Israel, dan, bahkan, Freemason. Padahal, kelimanya berbeda.

Antropolog asal Belanda, Martin van Bruinessen dalam bukunya Yahudi Sebagai Simbol dalam Wacana Islam Indonesia Masa Kini menyebutkan bahwa lahirnya gerakan Zionisme yang identik dengan berdirinya negara Israel tidak ada sangkut pautnya dengan agama Yahudi. Menurutnya, seseorang bisa mendukung atau menolak Zionisme tanpa harus dia punya hubungan sebagai penganut Yahudi atau tidak.

Selain itu, seseorang yang tidak berdarah Yahudi bisa memeluk agama ini. Sementara, Freemason merupakan organisasi rahasia dengan penekanan lebih pada nilai kemanusiaan universal ketimbang nilai religius tradisional.

Disebutkan saat ini ada sekitar 200 orang Yahudi yang menganut Yudaisme secara terbuka, dari ribuan orang keturunan yang tersebar di Indonesia.

Orang-orang Yahudi di Indonesia sendiri mendapatkan perlindungan hukum sama seperti warga negara Indonesia pada umumnya. Banyak dari mereka yang menganut agama resmi seperti Kristen, Islam, maupun Katolik.

Namun, tidak sedikit juga yang memeluk agama Yahudi, agama leluluhur mereka. Sekalipun bukan bagian dari 6 agama resmi yang diakui di Indonesia, mereka juga dilindungi untuk menjalankan aktivitas keagamaannya.

Baca Juga: Zionis Nusantara, Munculnya Pendukung Israel


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Youtube Membership

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Ebook Promo Web Banner
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Filosofi ‘Kecoa’ ala Anies Baswedan?

Anies Baswedan dinilai bakal jadi salah satu politikus paling “susah dimatikan” kariernya. Bagaimana Anies bisa bertahan tanpa jabatan politik?

Megawati Harus Ubah Sikap PDIP?

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) belakangan menghadapi dinamika yang cukup memberatkan. Kira-kira bagaimana Partai Banteng Moncong Putih akan menjadikan ini sebagai pelajaran untuk langkah-langkahnya ke depan? 

Operasi Bawah Tanah Jokowi

Dalam beberapa bulan terakhir, dunia politik Indonesia diguncang oleh isu yang cukup kontroversial: dugaan keterlibatan Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya mengambil alih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Mistikus Kekuatan Dahsyat Politik Jokowi?

Pertanyaan sederhana mengemuka terkait alasan sesungguhnya yang melandasi interpretasi betapa kuatnya Jokowi di panggung politik-pemerintahan Indonesia meski tak lagi berkuasa. Selain faktor “kasat mata”, satu hal lain yang bernuansa dari dimensi berbeda kiranya turut pula memengaruhi secara signifikan.

Ketika Chill Guy Hadapi PPN 12%?

Mengapa meme ‘Chill Guy’ memiliki kaitan dengan situasi ekonomi dan sosial, misal dengan kenaikan PPN sebesar 12 persen pada Januari 2025?

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...