HomeSejarahPolemik Atatürk sebagai Nama Jalan

Polemik Atatürk sebagai Nama Jalan

Oleh Gerald Limat Hasian

Kecil Besar

Indonesia bersama Turki melakukan penguatan hubungan bilateral dengan memberikan nama jalan dari masing-masing negara. Hal tersebut diumumkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Turki.


PinterPolitik.com

Mustafa Kemal Atatürkatau yang sering dipanggil Atatürkmerupakan seorang perwira dan negarawan Turki yang melakukan revolusi di negaranya. Atatürk juga merupakan pendiri dan presiden pertama Turki.

Ideologi yang dibawa oleh Atatürk adalah sekulerisme dan nasionalis – juga dijuluki sebagai Kemalisme. Atatürk membuktikan dirinya sebagai komandan militer yang sukses selama berdinas sebagai komandan divisi dalam Pertempuran Gallipoli.

Setelah kekalahan Kesultanan Utsmaniyah di tangan tentara Sekutu, dan rencana-rencana berikutnya untuk memecah negara itu, Atatürk memimpin gerakan nasional Turki dalam apa yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan Turki. Kampanye militernya yang sukses menghasilkan kemerdekaan negara ini dan terbentuknya Republik Turki.

Sebagai presiden yang pertama, Atatürk memperkenalkan serangkaian pembaruan luas dalam usahanya menciptakan sebuah negara modern yang sekuler dan demokratis. Menurut Hukum Nama Keluarga, Majelis Agung Turki memberikan kepada Atatürk nama belakang “Atatürk” (yang berarti “Bapak Bangsa Turki”) pada 24 November 1934.

Masa Muda Atatürk

Atatürk dilahirkan pada 1881, di Selânik Utsmaniyah (sekarang ThessalonikiYunani), sebagai anak seorang pegawai kecil yang kemudian menjadi pedagang kayu. Ayahnya, Ali Rıza Efendi, yang merupakan seorang pegawai bea cukai meninggal dunia ketika Atatürk baru berusia tujuh tahun. Karena itu, Atatürk kemudian dibesarkan oleh ibunya, Zübeyde Hanım.

Ketika Atatürk berusia 12 tahun, ia masuk ke sekolah militer di Selânik dan Manastır (kini Bitola) – keduanya pusat nasionalisme Yunani yang anti-Turki. Atatürk belajar di sekolah menengah militer di Selânik dan, di sana, namanya ditambahkan dengan nama Kemal yang berarti kesempurnaan oleh guru matematikanya sebagai pengakuan atas kecerdasan akademiknya.

Baca juga :  Pikachu vs Erdogan

Atatürk masuk ke akademi militer (akmil) di Manastır pada tahun 1895. Ia lulus dengan pangkat letnan pada tahun 1905 dan ditempatkan di Damaskus.

Di Damaskus, ia segera bergabung dengan sebuah kelompok rahasia kecil yang terdiri dari perwira-perwira yang menginginkan pembaruan, yang dinamai Vatan ve Hürriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan), dan menjadi penentang aktif Kesultanan Utsmaniyah. Pada tahun 1907, ia ditempatkan di Selânik dan bergabung dengan Komite Kesatuan dan Kemajuan yang biasa disebut sebagai kelompok Turki Muda.

Pada tahun 1908, kaum Turki Muda merebut kekuasaan dari Sultan Abdul Hamid II dan Atatürk menjadi tokoh militer senior. Pada 1911, ia pergi ke Provinsi Libya untuk ikut serta dalam melawan invasi Italia.

Pada bagian pertama dari Perang Balkan, Atatürk terdampar di Libya dan tidak dapat ikut serta, tetapi pada Juli 1913 ia kembali ke Istanbul dan diangkat menjadi Komandan Pertahanan Utsmaniyah di wilayah Çanakkale di Pantai Trakia (Trakya). Pada tahun 1914, ia diangkat menjadi atase militer di Sofia – sebagian sebagai siasat untuk menyingkirkannya dari ibu kota dan dari intrik politiknya.

Kenapa Ditolak di Indonesia?

Hal yang menyebabkan beberapa kalangan masyarakat Indonesia menolak pemberian nama jalan Atatürk dikarenakan kebijakan dan konsolidasi politiknya yang mengubah secara 180derajat kebijakan politik di Turki yang awalnya mengikuti aturan agama menjadi lebih sekuler dan ingin meminta agar mengganti nama pahlawan selain nama Atatürk di Jakarta.

Kebijakan politik pertama yang diubah oleh Atatürk di awal kepemimpinannya adalah melakukan pembaharuan lembaga politik dan mendirikan partai Republik Progresif sebagai partai oposisi melawan Dewan Nasional Turki. Hal tersebut dilakukan Atatürk agar Turki memiliki kelembagaan yang demokratis.

Baca juga :  Pikachu vs Erdogan

Akan tetapi, usaha Atatürk dalam mengkonsolidasikan demokratis di parlemen masih gagal dikarenakan Al-Fethi menghapuskan partai sendiri.

Lalu, gerakan lain yang dilakukan oleh Atatürk adalah menerjemahkan bahasa Arab yang terdapat di dalam Al-Quran ke dalam bahasa Turki. Tujuannya adalah agar masyarakat Turki mengerti makna dalam Al-Quran dan tidak hanya menghapal isinya saja.

Selanjutnya, yang paling krusial dari aturan Atatürk adalah, pada tahun 1926, ia mengeluarkan hukum sekularisme di mana hak pria dan wanita memiliki derajat yang sama. Hal tersebut dibuat karena sebelum kepemimpinannya hak wanita tidak terlalu diprioritaskan.

Dengan perkembangan ini, wanita diberikan hak bekerja, ikut dalam pemilu, dan kegiatan lainnya. Dengan kepemimpinan Atatürk, Undang-Undang (UU) Agama di Turki direformasi menjadi lebih demokrasi – di mana hak perempuan dan pria menjadi sama di depan hukum negara.

Bakal Tetap Hadir di Jakarta?

Rencana pemberian Atatürk di Jakarta masih dipertimbangkan. Dikarenakan anggota-anggota DPR Fraksi PKS menolak tokoh sekuler di Turki yang menurut PKS telah merusak ajaran Islam. Hal ini dilaporkan oleh Duta Besar Indonesia untuk Turki, yaitu Dr. Lalu Muhamad Iqbal.

Akan tetapi, hal tersebut akan kembali lagi pada keputusan Turki. Pemberian nama tersebut juga secara apple-to-apple sesuai dengan apa yang telah dilakukan Turki untuk Indonesia – dimana salah satu kota di Turki menjadikan nama pendiri bangsa Indonesia, Ir. Soekarno, sebagai nama jalan. Oleh karena itu, kemungkinan besar Atatürk akan tetap menjadi salah satu nama daerah di Jakarta.


Profil Ruang Publik - Gerald Limat Hasian

Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.


Banner Ruang Publik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Ebook Promo Web Banner
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo’s Revolusi Hijau 2.0?

Presiden Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan memimpin revolusi hijau kedua di peluncuran Gerina. Mengapa ini punya makna strategis?

Cak Imin-Zulhas “Gabut Berhadiah”?

Memiliki similaritas sebagai ketua umum partai politik dan menteri koordinator, namun dengan jalan takdir berbeda, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Zulkifli Hasan (Zulhas) agaknya menampilkan motivasi baru dalam dinamika politik Indonesia. Walau kiprah dan jabatan mereka dinilai “gabut”, manuver keduanya dinilai akan sangat memengaruhi pasang-surut pemerintahan saat ini, menuju kontestasi elektoral berikutnya.

Indonesia Thugocracy: Republik Para Preman?

Pembangunan pabrik BYD di Subang disebut-sebut terkendala akibat premanisme. Sementara LG “kabur” dari investasinya di Indonesia karena masalah “lingkungan investasi”.

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Menguak CPNS “Gigi Mundur” Berjemaah

Fenomena undur diri ribuan CPNS karena berbagai alasan menyingkap beberapa intepretasi yang kiranya menjadi catatan krusial bagi pemerintah serta bagi para calon ASN itu sendiri. Mengapa demikian?

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog – atau bahasa kekiniannya eksplainer – membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Anies-Gibran Perpetual Debate?

Respons dan pengingat kritis Anies Baswedan terhadap konten “bonus demografi” Gibran Rakabuming Raka seolah menguak kembali bahwa terdapat gap di antara mereka dan bagaimana audiens serta pengikut mereka bereaksi satu sama lain. Lalu, akankah gap tersebut terpelihara dan turut membentuk dinamika sosial-politik tanah air ke depan?

Korban Melebihi Populasi Yogya, Rusia Bertahan? 

Perang di Ukraina membuat Rusia kehilangan banyak sumber dayanya, menariknya, mereka masih bisa produksi kekuatan militer yang relatif bisa dibilang setimpal dengan sebelum perang terjadi. Mengapa demikian? 

More Stories

Kerajaan-Kerajaan Ter-Epic: Dari Majapahit Hingga Dinasti Habsburg

https://youtu.be/1WxhA5Ojve8 Pinterpolitik.com – Dari Majapahit hingga Habsburg, ini adalah beberapa kerajaan yang meraih kejayaan di masanya dan meninggalkan banyak warisan dalam sejarah peradaban manusia. Berikut PinterPolitik merangkum...

Ini Strategi Putin Meraih Stabilisasi?

Oleh: Muhammad Ferdiansyah, Shafanissa Arisanti Prawidya, Yoseph Januar Tedi PinterPolitik.com Dalam dua dekade terakhir, nama Vladimir Putin telah identik dengan perpolitikan di Rusia. Sejak periode awal...

Pesta Demokrasi? Mengkritisi Pandangan Pemilu

Oleh: Noki Dwi Nugroho PinterPolitik.com Sejak kemerdekaannya pada Agustus 1945, pendiri bangsa Indonesia berkonsensus untuk menjadikan wilayah bekas jajahan Kerajaan Belanda yang bernama Hindia Belanda ini...