HomeSejarahPernikahan Sedarah dan “Kepunahan” Habsburg

Pernikahan Sedarah dan “Kepunahan” Habsburg

Pernah menjadi salah satu keluarga bangsawan terkuat dalam sejarah, keluarga Habsburg kini dinilai telah punah akibat sejumlah faktor. Apa saja yang menyebabkan hal itu terjadi?


PinterPolitik.com

Ada sebuah adegan menarik dalam sebuah film yang berjudul Mayerling (1968). Film yang didasarkan pada novel dengan judul yang sama karya Claude Anet itu menampilkan percobaan pembunuhan terhadap Kaisar Franz Joseph I. Ia adalah Kaisar dari Austria, Raja dari Hongaria, Kroasia dan Bohemia, serta wilayah-wilayah lain di bawah Kekaisaran Austria-Hongaria.

Austria-Hongaria ini adalah entitas yang pernah berdiri di Eropa Tengah antara tahun 1867 hingga 1918 dan menjadi model pemerintahan dual monarki sebagai gabungan Austria dan Hongaria. Sebagai tambahan, film Mayerling tadi itu berasal dari kisah nyata terkait terbunuhnya Pangeran Rudolf yang merupakan putra mahkota Austria-Hongaria.

Gara-gara ia terbunuh dan tak punya keturunan, akhirnya takhta kekuasaan jatuh ke tangan adik dari Franz Joseph I yang namanya Archduke Karl Ludwig dan anak tertuanya, Archduke Franz Ferdinand. Nama terakhir tentu tak asing karena, akibat kasus pembunuhannya, terjadilah Perang Dunia I.

Kekuasaan Austria-Hongaria di era Franz Joseph I ini menjadi simpul sejarah salah satu dinasti alias keluarga paling terkenal dan paling berkuasa di Eropa, yakni keluarga Habsburg alias dinasti Habsburg.

Baca Juga: Bila Kekaisaran Rusia Tidak Runtuh

Mereka ini adalah entitas politik monarki yang berkuasa di banyak wilayah di Eropa di milenium kedua – tepatnya setalah kastil Habsburg pertama kali berdiri pada tahun 1020-an. Mungkin, ini seperti keluarga-keluarga bangsawan di zaman dulu yang pada akhirnya jadi besar sehingga bisa menjadi penguasa.

Habsburg bahkan mengambil alih kekuasaan Kekaisaran Romawi Suci (Holy Roman Empire) dan membuat tercampur-aduknya masalah politik dan agama Kristen – era yang kemudian melahirkan Reformasi Gereja yang berujung pada benturan antara kelompok Katolik dan Protestan.

Namun, masalah utamanya sebetulnya bukan soal agama, melainkan keberadaan entitas politik macam keluarga Habsburg ini. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa Perang 30 Tahun – merupakan salah satu perang paling destruktif dalam sejarah Eropa – sebetulnya merupakan buah persaingan antara keluarga Habsburg melawan keluarga Bourbon dari Prancis. 

Inilah perang yang kemudian melahirkan sistem modern nation-state atau negara-bangsa modern yang hingga kini kita kenal dan dipakai, termasuk juga oleh Indonesia. Lalu, seperti apa sejarah dinasti yang masih ada hingga saat ini di Austria?

Mengenal Keluarga Habsburg

Sekalipun masih menimbulkan perdebatan, banyak yang percaya bahwa nama Habsburg itu berasal dari kata bahasa Jerman “habichtsburg” yang artinya “Kastil Elang”. Namun, ada juga yang menyebutnya berasal dari kata “hab” yang artinya ford atau penyeberangan di sungai sehingga Habsburg artinya kastil yang dekat dengan penyeberangan sungai.

Di masa puncak kejayaannya, Habsburg berkuasa atas wilayah Belanda-Austria –wilayah di bagian selatan Belanda – kemudian di Austria, Hongaria, Slovakia, Slovenia, Kroasia, Portugal, sebagian besar Poladia dan Romania, dan, bahkan, sebagian wilayah Italia. Keluarga Habsburg juga punya “cabang keluarga” yang menjadi penguasa di Spanyol. Selain itu, keluarga ini juga menentukan siapa yang menjadi raja atau penguasa di wilayah-wilayah tersebut.

Orang yang pertama kali mendirikan entitas kekuasaan ini adalah Radbot dari Klettgau pada tahun 1020-an. Namun, baru di era Otto II yang merupakan cucu dari Radbot, kastil yang didirikan itu disebut sebagai House of Habsburg.

Baca Juga: Bila Indonesia Jadi Negara Serikat

Konteks kekuasaannya mendapatkan bentuk yang lebih nyata setelah generasi ke-7 dari Radbot yang bernama Rudolf dari Habsburg terpilih menjadi King of the Romans. Kekuasaan keluarga ini kemudian makin besar seiring kemunduran kerajaan-kerajaan atau kekaisaran yang ada di sekitarnya.

Rudolf inilah yang memindahkan kekuasaan dinasti tersebut ke Wina yang menjadi pusat kekuasaan Dinasti Habsburg hingga berakhir di tahun 1918. Singkatnya, kekuasaan keluarga ini terus berkembang dan mengambil posisi di banyak wilayah yang ada di Eropa.

Keluarga ini sempat terpecah ketika Albert III dan Leopold III yang merupakan saudara, memutuskan untuk membuat pemisahan dan mendirikan keluarga Albertinian dan Leopoldian. Singkatnya, perpecahan-perpecahan yang terjadi disatukan oleh Frederick V pada tahun 1457.

Lewat berbagai hubungan pernikahan dan penaklukan, keluarga Habsburg kemudian menjelma menjadi penguasa di Eropa Tengah. Putra dari Maximilian I yang bernama Philip menikah dengan Joanna of Castile yang merupakan seorang putri dari Castile – sebuah wilayah kekuasaan di semenanjung Iberia. Kelak, anak tertua mereka menjadi Kaisar Charles V yang menjadi penguasa Spanyol.

Habsburg Menuju Punah

Praktik yang umum terjadi di antara anggota keluarga Habsburg adalah consanguine marriage atau perkawinan sedarah. Tujuannya adalah demi tetap mengkonsolidasikan kekuasaan mereka. 

Sepupu menikah dengan sepupu atau yang lainnya. Akibatnya, seperti kebanyakan kondisi pernikahan sedarah, banyak efek kesehatan yang ditimbulkan. Mulai dari terkena epilepsi, “gangguan mental”, hingga kematian dini.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hal ini jugalah yang menyebabkan keluarga Habsburg kemudian “punah”. Konteks perkawinan dengan kerabat atau keluarga ini juga mempengaruhi bentuk fisik, wajah, dan lainnya dari para anggota keluarga ini.

Baca Juga: Ini Yang Terjadi Jika Indonesia Dijajah Prancis

Kekuasaan Habsburg bertahan seiring pecahnya Holy Roman Empire. Kemudian, Kaisar Francis I mendeklarasikan diri sebagai Kaisar Austria. Ia dikenal suka memakai gelar nama yang sangat panjang.

Kemudian, pada tahun 1867 berdiri Austria-Hongaria yang menjadi penggabungan Kerajaan Hongaria dan Kerajaan Austria. Pengaruh dinasti Habsburg juga terus menurun seiring banyak wilayah yang kemudian lepas. 

Ini juga terkait tuntutan masyarakat yang memang mulai anti terhadap kekuasaan monarki. Akhir kekuasaan dinasti Habsburg terjadi pada tahun 1918 ketika Charles I dari Austria – yang juga bergelar Charles IV dari Hongaria – mengumumkan pemisahan Austria dari Hongaria.

Seiring berkembangnya sosialisme dan komunisme, Habsburg seolah menjadi musuh utama dari gerakan-gerakan masyarakat tersebut. Adolf Hitler juga menyatakan ketidaksukaannya pada keluarga Habsburg.

Sekalipun banyak kontroversi di masa lalu, beberapa sumber juga menyebutkan bahwa dinasti Habsburg berperan terhadap runtuhnya Tirai Besi (Iron Curtain) atau blok komunisme di Eropa.

Sekalipun campur aduk kekuasaan, agama, politik dalam keluarga, dan lain sebagainya terjadi di era dinasti Habsburg, yang jelas kita bisa belajar banyak soal politik keluarga. Tidak perlu diragukan bahwa warisan kekuasaan terhadap orang terdekat atau garis keturunan adalah hal yang utama dari kekuasaan itu sendiri. Mungkin ini yang dibilang oleh Dominic Toretto di film Fast & Furious, “The most important thing in life will always be family.”

Kisah dinasti Habsburg relevan juga untuk dipakai menganalisis kasus-kasus lain, misalnya kekuasaan Keluarga Saud di Arab Saudi, atau kekuasaan dinasti-dinasti di Tiongkok, atau bahkan politik dinasti di tingkat lokal Indonesia. Lalu, bagaimana menurut kalian? Seperti apa kalian memaknai sejarah dinasti Habsburg ini?

Baca Juga: Green Day dan Narasi Politik Punk Rock


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Youtube Membership

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...