HomeSejarahOrang India di Indonesia: Dari Buruh Tembakau Hingga Orang Terkaya

Orang India di Indonesia: Dari Buruh Tembakau Hingga Orang Terkaya

Keberadaan komunitas keturunan India telah menjadi bagian penting dari sejarah peradaban Indonesia. Bahkan nama negara ini berasal dari kata Indus dan Nesos dalam bahasa Latin yang artinya Kepulauan India. Lalu, seperti apa sejarah orang-orang India di Indonesia?


PinterPolitik.com

Pertalian peradaban antara orang-orang India dengan Indonesia telah terjadi selama ribuan tahun – beberapa sumber bahkan menyebutnya sejak era prasejarah. Dalam kisah epik Ramayana, misalnya, pulau Jawa yang disebut Yawadvipa telah muncul di sana. Jika perkiraan bahwa kisah tersebut muncul antara abad ke-7 hingga ke-4 SM, maka bisa dipastikan relasi telah terjadi sejak tahun-tahun tersebut.

Sementara peninggalan keramik India dari abad pertama masehi juga sempat ditemukan di Bali. Hal ini kembali menjelaskan latar waktu hubungan tersebut. Kedekatan India dan Indonesia juga punya pertautan budaya yang sangat lekat. Pallavi Aiyar dan Chin Hwee Tan dari Milken Institute menyebutnya sebagai Twins under the Skin.

Sebutan tersebut beralasan karena Indonesia menjadi bagian dari Greater India alias Akhand Bharat – istilah untuk wilayah-wilayah yang mendapat pengaruh kebudayaan India. Sejarawan India Sheldon Pollock menyebutnya sebagai Sanskrit cosmopolis. Greater India sendiri membentang dari Asia Selatan hingga ke Asia Tenggara termasuk hingga ke Filipina dan Indochina.

Indianization

Pengaruh tersebut bisa dilihat dari bahasa serta aksara Sanskrit atau Sansekerta yang mirip-mirip digunakan di beberapa negara seperti di Thailand, termasuk juga dalam aksara Jawa. Peneliti asal Prancis, George Coedes bahkan menyebut ada istilah Indianization atau proses “menjadi India” dalam budaya, misalnya pengadopsian sistem kasta yang disebut pernah ada di Jawa, Bali, Madura, dan Sumatra.

Nah, sejarah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia juga tidak lepas dari pengaruh orang-orang India alias Indianization tersebut.

Ada beberapa teori tentang masuknya agama Hindu ke Indonesia, misalnya yang dibawa oleh orang-orang dari India utamanya dalam relasi dengan 4 kasta: Brahmana, Waisya, Ksatria dan Sudra, di mana orang-orang dari kasta-kasta tersebutlah yang dianggap bertanggungjawab atas masuknya Hindu ke Indonesia.

Yang jelas banyak kerajaan yang kemudian menjadi Indianized sejak tahun 130 M, mulai dari Salakanagara, Tarumanagara, Kalingga – yang adalah Indianized dari kerajaan bernama sama di India – lalu ada Sriwijaya, Medang Mataram, Kediri, Singasari, Majapahit, Galuh hingga Sunda.

Migrasi orang-orang India ke Indonesia kemudian terus terjadi di abad-abad selanjutnya. Di era kerajaan-kerajaan Islam, misalnya, aktivitas perdagangan yang terjadi kala itu juga banyak melibatkan pedagang India.

Baca juga :  Global Strike on TikTok?

Hubungan menjadi intensif setelah penjajah Belanda datang. VOC misalnya “berebut” status India dengan kongsi dagang milik Inggris, EIC. Karena itu ada istilah Dutch India dan British India.

Tapi di era-era ini hubungannya masih bersifat perdagangan semata. Barulah di awal abad ke-19, komunitas India bertambah besar di Indonesia. Sensus pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930 memperkirakan ada sekitar 30 ribu penduduk keturunan India di Indonesia kala itu.

Kebanyakan warga India ini berasal dari suku bangsa Tamil dan Sikh, serta menariknya hampir separuh adalah orang yang lahir dan besar di Indonesia.

K. S. Sandhu dan A. Mani dalam bukunya Indian Communities in Southeast Asia menyebutkan orang-orang IndiaTamil mayoritas berada di Sumatra Utara dan bekerja sebagai buruh di perkebunan. Awalnya komunitas ini disebut sebagai orang Keling atau Kling yang berasal kata Kalingga yang merupakan kerajaan di India timur yang banyak didiami oleh orang dari suku bangsa Tamil.

Di beberapa daerah di Sumatra Utara, seperti di Deli, memang kala itu sedang marak-maraknya usaha perkebunan dengan salah satu komoditas utamanya berupa tembakau.

Deli Maatschappij adalah salah satu perusahaan utama yang mempekerjakan orang-orang Tamil kala itu dengan kondisi kerja yang menyedihkan.

Pasca kemerdekaan Indonesia, sebagian dari mereka ada yang pulang kembali ke India, namun ribuan lainnya memilih menetap di wilayah tersebut hingga kemudian benar-benar berasimilasi dengan masyarakat Indonesia.

Sementara beberapa catatan lain menyebut orang-orang Sikh awalnya dipekerjakan sebagai petugas keamanan. Pada tahun 1879, misalnya, setelah diberlakukannya penggunaan mata uang Belanda di Sumatra Utara, berdiri De Javasche Bank di Medan.

Nah, beberapa orang-orang Sikh dijadikan petugas keamanan di sana. Akhirnya gelombang orang Sikh pun berdatangan dan mulai juga menjalankan berbagai bisnis, seperti money lender, peternakan sapi, dan lain sebagainya. Pada tahun 1930-an diperkirakan ada sekitar 5000 orang Sikh di Sumatra Utara.

Gelombang demi Gelombang

Gelombang berikut kedatangan orang-orang India adalah kaum Sindhi yang masuk ke Indonesia selama paruh pertama abad ke-20, yang sebagian besar menjalankan bisnis tekstil dan perdagangan. Sedangkan gelombang ketiga masuk di akhir 1970-an yang terutama terdiri atas kelompok investor, manajer dan profesional seperti insinyur, konsultan, akuntan, bankir dan ahli-ahli IT.

Hingga kini, orang-orang keturunan India tinggal di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka umumnya menjalankan berbagai bisnis di bidang tekstil, hiburan, dan lain sebagainya. Pada tahun 2013 diperkirakan ada lebih dari 100.000 warga keturunan India di Indonesia, dan dari angka itu hanya sekitar 9.000 orang yang masih merupakan warga asing. Jakarta sendiri didiami sekitar setengah dari seluruh komunitas India di Indonesia.

Baca juga :  India dan Indonesia, Impostor G20?

Tokoh-tokoh keturunan India juga tersebar di segala lini. Selain aktris Ayu Azhari dan saudara-saudarinya, serta Sri Prakash Lohia yang mendirikan Indorama Group, ada beberapa pengusaha lain misalnya Sinivasan Marimutu dengan Texmaco Group, Mittal dengan Ispat Group, Raam Punjabi yang membangun kerajaan industri film dan Harris Lasmana yang menjadi salah satu pendiri Cinema 21.

Selain Sri Prakash Lohia, keluarga Mittal adalah salah satu yang terkaya, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Lakshmi Mittal, misalnya, pernah menjadi orang terkaya ketiga di dunia versi Majalah Forbes. Ia ternyata mulai merintis usahanya di Sidoarjo, Jawa Timur lewat bendera Mittal Steel Company. Walaupun demikian, ia tercatat berkewarganegaraan India.

Di dunia sosial dan politik publik tentu ingat H.S. Dillon yang menduduki jabatan-jabatan penting di kementerian dan pemerintahan. Kemudian ada ratusan bahkan mungkin ribuan tokoh keturunan India lainnya yang menjadi sosok-sosok kunci di perusahaan-perusahaan nasional dan internasional yang ada di Indonesia.

Warisan budaya India juga sangat banyak di Indonesia. Ada Kuil Shiva di Pluit dan ratusan tempat ibadat lain yang menjadi pusat kegiatan religius. Beberapa tempat di Jakarta, misalnya Pekoja di Jakarta Pusat dan Koja di Jakarta Utara juga mendapatkan namanya dari orang-orang India beragama Muslim.

Dalam hal masakan, banyak masakan pedas Indonesia yang mendapat pengaruh dari budaya India. Di Pekalongan dan Wonosobo ada masakan dari cacahan sayur nangka yang nyatanya merupakan warisan dari kuliner India.

Keberadaan orang-orang keturunan India ini memang menunjukkan beragamnya latar budaya Indonesia. Sama seperti orang-orang keturunan Arab dan Tionghoa, semuanya mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara Indonesia. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita saling menghormati dan menghargai satu sama lain, karena Bhineka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tapi tetap satu jua. Well, yang frasa itu juga dari bahasa Sansekerta.

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Ebook Promo Web Banner
spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...