HomeSejarahApple vs Microsoft: Rival Jiplak dan Musuh yang Diciptakan?

Apple vs Microsoft: Rival Jiplak dan Musuh yang Diciptakan?

Apple dan Microsoft adalah dua entitas yang mewarnai kehidupan gadget kita. Dalam sejarahnya, tidak hanya menjadi rival, Bill Gates justru pernah membeli saham Apple agar tidak mengalami kebangkrutan. Mengapa kebaikan itu dilakukan Gates? Kenapa Apple tidak dibiarkan tenggelam?


PinterPolitik.com

Siapa yang tidak tahu dua tokoh besar di industri teknologi informasi, Steve Jobs dan Bill Gates? Keduanya mewakili dua raksasa besar teknologi dunia, yakni Apple dan Microsoft. Dua entitas bisnis ini masuk dalam kelompok the big 5 IT companies bersama Google, Facebook, dan Amazon, serta menjadi wajah pertarungan sistem operasi yang paling banyak digunakan di dunia saat ini, Windows vs MacOS.

Sejarah dua perusahaan ini diwarnai oleh persaingan sengit, tuduhan saling jiplak, pernah pula saling membantu, dan tak jarang pula melibatkan intrik-intrik lobi politik dengan pemerintah, baik itu di Amerika Serikat (AS) maupun di negara lain. Bahkan Bill Gates pernah membeli saham Apple dan mencegah perusahaan tersebut dari kebangkrutan. Sebelum membahas benturan dua perusahaan ini, kita perlu sedikit melihat sejarah keduanya.

Lahirnya Dua Raksasa

Microsoft didirikan pada 4 April 1975 oleh Bill Gates dan Paul Allen di New Mexico. Dua sosok ini adalah teman sekolah saat di Lakeside School dan sudah tertarik pada program-program komputer. Allen berkuliah di Washington State University, namun memutuskan drop out (DO) setelah 2 tahun berkuliah. Ia kemudian datang menemui Gates yang saat itu berkuliah di Harvard University. Singkat cerita Gates juga DO dan mendirikan perusahaan yang kelak menjadi multi billionaires, Microsoft.

Microsoft sendiri merupakan singkatan dari microcomputer software. Saat itu, ukuran komputer masih sangatlah besar, microcomputer adalah bentuk kecil dari komputer-komputer itu. Dan dari namanya, kita tahu Microsoft memang bergerak dalam membuat program. Salah satu program pertamanya semacam penerjemah untuk BASIC – sejenis bahasa program level tinggi – untuk microcomputer Altair 8800.

Dari program ini kemudian berkembanglah Microsoft Disk Operating System alias MS DOS, dan kemudian menjadi Microsoft Windows hingga seperti sekarang. Selain itu, Microsoft juga membuat banyak program untuk sistem operasi lain, dan tercatat sebagai salah satu perusahaan yang pernah paling banyak membuat aplikasi untuk MacOS milik Apple – demikian klaim Bill Gates.

Baca juga :  Prabowo’s Attack on Titan?

Nah, sementara komputer Apple pertama dibuat oleh Steve Jobs dan Steve Wozniak pada 1 April 1976. Namun, Apple baru diinkorporasi pada 3 Januari 1977. Steve Jobs – seorang keturunan Arab-Amerika dari sang ayah – sama seperti Gates dan Allen, juga drop out dari Reed College di Oregon. Sementara Steve Wozniak adalah seorang engineer dan bertemu pertama kali dengan Jobs pada tahun 1971. Ia juga drop out dari UC Berkeley.

Singkatnya, duo Steve ini kemudian menjadi partner bisnis. Produk pertama yang mereka buat kala itu adalah blue boxes – semacam telepon yang bisa melakukan panggilan tanpa biaya. Nah, seiring perkembangan teknologi microcomputer, Wozniak mulai tertarik untuk merakit komputer sendiri. Maka lahirlah Apple I. Ini kemudian dilanjutkan dengan Apple II, Apple III dan seterusnya.

Jadi berbeda dengan Microsoft yang awalnya membuat software, Apple awalnya adalah perusahaan pembuat komputer. Barulah di tahun 1984 Apple memperkenalkan Macintosh sebagai sistem operasi perangkat-perangkatnya. Perusahaan ini kemudian terus berkembang hingga seperti sekarang.

Hubungan Panas-Dingin

Dalam konteks hubungannya dengan Microsoft, Apple sebetulnya menjadi bagian dari ekosistem microcomputer saat itu. Microsoft juga membuat banyak program dan aplikasi untuk komputer-komputer Apple. Namun, belakangan Microsoft mengembangkan sendiri sistem operasinya dan menjadi pesaing dari sistem operasi milik Apple. Bahkan, muncul tuduhan bahwa Microsoft menjiplak teknologi milik Apple. Salah satu teknologi yang dimaksud adalah graphical user interface (GUI) yang dipakai di komputer Lisa buatan Apple.

Bahkan Apple melakukan gugatan hukum pada tahun 1995 terhadap Microsoft. Persoalan ini berujung pada kesepakatan bisnis pada 1998 ketika Apple setuju menggunakan Internet Explorer sebagai default browser di produk-produknya. Sementara Microsoft akan terus mengembangkan Microsoft Office dan aplikasi lainnya untuk Apple dalam jangka waktu 5 tahun sejak saat itu. Perjanjian perdamaian ini – jika ingin disebut demikian – juga terjadi lewat aksi Microsoft membeli saham Apple senilai US$150 juta atau sekitar Rp2,2 triliun kurs saat ini pada tahun 1997.

Era ini adalah ketika Apple sempat mengalami keterpurukan. Sempat ditinggal Steve Jobs pada tahun 1985, Apple memang mengalami ups and downs. Bahkan masa depan perusahaan tersebut sempat suram sebelum akhirnya Jobs bergabung kembali pada tahun 1997. Ada banyak spekulasi yang bertebaran terkait alasan Microsoft melakukan pembelian ini.

Baca juga :  Prabowo’s Attack on Titan?

Beberapa pihak sempat menuduh Microsoft melakukan hal ini agar tetap mempunyai “musuh” sehingga menghindari terjadinya monopoli yang bisa saja buruk untuk perusahaan tersebut. Dalam ilmu marketing, ini bisa disebut sebagai aksi creating the enemy.

Yang jelas, aksi pembelian saham ini mengembalikan Apple ke jalur yang benar dan terus berkembang lewat produk-produk revolusioner seperti iPhone, iPod, iPad, dan lain sebagainya.

Kisah ini memang menjadi gambaran benturan dua brand untuk bersama-sama mengukuhkan posisinya di pasar. Apple juga berkembang menjadi perusahaan dengan keuntungan paling besar di dunia. Jika bicara tentang market share, Windows memang merajai dengan menguasai sekitar 77 persen pasar sistem operasi desktop di seluruh dunia saat ini, berbanding 17 persen milik MacOS. Namun, jika bicara tentang total pendapatan, Apple unggul jauh dengan total pendapatan lebih dari dua kali lipat milik Microsoft di tahun 2019.

Lobi Politik?

Menariknya, perusahaan-perusahaan seperti Apple dan Microsoft nyatanya juga terlibat dalam berbagai proses politik. Pada tahun 2017 lalu, misalnya, bersama dengan Google, Amazon, dan Facebook, mereka menghabiskan hampir US$50 juta untuk keperluan lobi-lobi bisnis terhadap pemerintah AS.

Sementara Forbes mencatat, antara tahun 2005-2018 perusahaan-perusahaan ini menghabiskan dana hingga US$582 juta untuk melobi anggota Kongres AS. Kepentingan yang ingin dicapai terkait dengan regulasi yang berhubungan dengan bisnis mereka, misalnya terkait hak cipta, dan lain sebagainya.

Konteks pengaruh politik ini nyatanya juga terjadi di Indonesia. Ibu kota baru disebut-sebut membuat Microsoft tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan teknologinya. Yang jelas, kita akhirnya mendapatkan gambaran bahwa perusahaan seperti Apple dan Microsoft di balik latar belakang pendiriannya yang punya banyak kisah menarik, juga menyimpan sejarah pertautan politik dengan negara.


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...