HomeRuang PublikWaspada, Karang Taruna Ladang Basah Pemilu

Waspada, Karang Taruna Ladang Basah Pemilu

Kecil Besar

Oleh Al Ghozaly Irzha Bagus Syahputra

PinterPolitik.com

Jika pada pemilu 2019 yang digembar-gemborkan adalah isu hoax, maka pada pemilu tahun depan ada sebuah pembaharuan, yaitu peran vital Gen z dan Milenial sebagai kaum yang mendominasi suara pemilih.

Sesuai pada kutipan dari KPU Provinsi Bali, Generasi Z atau Gen z ini memiliki populasi yang besar dengan sekitar 60 persen pada pemilu 2024.

Sebelum kita beranjak pada pembahasan kenapa karang taruna harus waspada dalam menghadapi pemilu 2024, makna isu yang beredar itu harus kita pahami terlebih dahulu.

Mengutip dari KBBI, isu adalah suatu permasalahan yang diutamakan, agar dapat ditanggapi dan sebagainya, atau bisa juga diartikan sebagai sebuah kabar yang tidak memiliki asal-usul, tidak terjamin kebenarannya, kabar angin atau desas-desus.

Seperti pada contoh yang tidak lama ini sudah terjadi yaitu โ€œperpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periodeโ€, padahal dalam konstitusi presiden hanya dapat menjabat maksimal 2 periode.

Agaknya masyarakat apalagi anak muda seperti Gen z dan Milenial sangat malas, bahkan muak jika diajak untuk membahas politik.

Ya karena memang begitu, seperti kata Soe Hok Gie โ€œBagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor, lumpur-lumpur yang kotorโ€. Tidak salah jika memang ketika masyarakat umum menyikapinya seperti itu.

Juga pernyataan Panji Pragiwaksono yang pernah mengikuti kontes politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan menyatakan dalam suatu podcast bahwa โ€œemang tahi semua itu isinyaโ€.

Namun, ini adalah sudut pandang penulis yang sedang menempuh pendidikan di jurusan Ilmu Politik, ingin memberikan sebuah arahan penting bagi para Gen z dan Milenial khususnya yang telah menjadi pemilih pemula.

Ada sebuah poin penting oleh penulis yang ingin disampaikan, yaitu suara kalian dalam memilih itu ada harganya. Hal itu sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.

Ini adalah sebuah bentuk counter issue dari penyelenggara pemilu yang juga langsung direspon oleh para calon presiden (capres) yang terpapar isu miring.

Seperti pada capres Prabowo Subianto yang kembali terkena isu Hak Asasi Manusia (HAM), Ganjar Pranowo yang terkena isu kegagalan menjadi Gubernur Jawa Tengah dan Anies Baswedan yang juga kembali terkena isu politik identitas.

Counter issue berupa pentingnya peran Gen z dan Milenial ini seakan menjadi sebuah solusi yang solutif bagi para capres tersebut.

Pasalnya dalam beberapa kesempatan, belum ada gagasan baru yang digaungkan untuk memenangkan pemilu dari ketiga capres tersebut.

Jika pada kontestasi sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempunyai gagasan Revolusi Mental dan Ekonomi Berdikari, kalau sekarang apa? Perubahan? Tegak lurus? Atau perubahan yang tegak lurus? Aneh memang.

Nah, kenapa kok karang taruna bisa menjadi ladang basah pada pagelaran pemilu 2024?

Karang taruna dalam hal ini telah berisikan kawula muda yang masuk kategori Generasi Z atau Gen z dan Milenial, dan mulai ada beberapa partai politik yang berusaha mendekati mereka.

Bahkan ada anggota karang taruna yang sampai bergabung menjadi anggota โ€œTaruna Merah Putihโ€ secara terang โ€“ terangan dan menjadi relawan dalam beberapa kampanye sebuah partai politik (parpol) di Jawa Timur.

Karang Taruna Bukan tempat Politik Praktis

Karang taruna yang umumnya berisi anak muda, mulai dari jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga remaja dewasa.

Karang taruna ini sejatinya adalah kegiatan kepemudaan yang terorganisir dengan sebuah wadah pengembangan atas jiwa sosial generasi muda itu sendiri, dengan tumbuh kembang yang berasal dari kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat, mengutip dari pijarpemikiran.com.

Karang taruna merupakan sebuah bentuk bukti dari pemuda yang memang ingin memiliki kontribusi lebih untuk daerahnya melalui organisasi kemasyarakatan.

Seperti pada pemuda yang terlibat langsung di dalam masyarakat mulai dari partisipasi pemuda, suara pemuda dan pemberdayaan pemuda dalam bentuk pengorganisasian. Dilihat dari sisi pembangunan berkelanjutan, Gen z dan Milenial mulai terlibat dalam masyarakat.

Dengan dapat dikategorikannya yang termasuk inisiatif pemuda dalam mempersiapkan berbagai aspek kehidupan, dengan melibatkan diri mereka dalam proses kehidupan bermasyarakat.

Dengan ini, jelas bahwa dalam beberapa penelitian tentang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan karang taruna dapat memiliki jenjang positif yang berkemajuan.

Karang Taruna yang โ€œDieksploitasiโ€

Parpol sudah pasti mempunyai โ€œ1001โ€ cara menangani idealisme pemuda, dengan salah satunya dan paling jelas posisinya adalah mereka yang dekat serta dipastikan menjabat, yakni tingkatan Kecamatan, Kelurahan, RW bahkan RT.

Ini sangat jelas dalam teori power relation Micahel Foucault, yang menyatakan bahwa hubungan yang telah dibentuk antar aktor โ€“ aktor tertentu, yang memiliki suatu kepentingan dengan tingkat kekuasaan yang berbeda.

Bukan tidak mungkin, ini sudah nyata, kalau bukan mereka ya siapa lagi yang pastinya memberikan subsidi agar karang taruna ini bisa berkegiatan dan berinovasi.

Maka dalam hal ini, yang mana pemerintah kurang memberikan dukungan secara penuh untuk kegiatan pemuda yang berkaitan dengan bidang kreatifitas atau inovasi dari pemuda.

Sebagai tonggak perkembangan suatu bangsa dalam membentuk kepribadian pemuda yang memiliki potensi dalam masyarakat dan pemerintah haruslah mendukung setiap aktifitas yang positif dari generasi muda baik dari aspek fisik mupun non fisik.

Jadi kesimpulan mulai dari karang taruna, Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, politik praktis dan teori power relation adalah sebuah paket lengkap untuk kemenangan pemilu 2024.


Artikel ini ditulis oleh Al Ghozaly Irzha Bagus Syahputra

Al Ghozaly Irzha Bagus Syahputra adalah mahasiswa semester 5 jurusan Ilmu Politik.


Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Return of the Wolf Warrior?

Retorika internasional Tiongkok belakangan mulai menunjukkan perubahan. Kira-kira apa esensi strategis di baliknya? 

Prabowoโ€™s Revolusi Hijau 2.0?

Presiden Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan memimpin revolusi hijau kedua di peluncuran Gerina. Mengapa ini punya makna strategis?

Cak Imin-Zulhas โ€œGabut Berhadiahโ€?

Memiliki similaritas sebagai ketua umum partai politik dan menteri koordinator, namun dengan jalan takdir berbeda, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Zulkifli Hasan (Zulhas) agaknya menampilkan motivasi baru dalam dinamika politik Indonesia. Walau kiprah dan jabatan mereka dinilai โ€œgabutโ€, manuver keduanya dinilai akan sangat memengaruhi pasang-surut pemerintahan saat ini, menuju kontestasi elektoral berikutnya.

Indonesia Thugocracy: Republik Para Preman?

Pembangunan pabrik BYD di Subang disebut-sebut terkendala akibat premanisme. Sementara LG โ€œkaburโ€ dari investasinya di Indonesia karena masalah โ€œlingkungan investasiโ€.

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Menguak CPNS โ€œGigi Mundurโ€ Berjemaah

Fenomena undur diri ribuan CPNS karena berbagai alasan menyingkap beberapa intepretasi yang kiranya menjadi catatan krusial bagi pemerintah serta bagi para calon ASN itu sendiri. Mengapa demikian?

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog โ€“ atau bahasa kekiniannya eksplainer โ€“ membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Anies-Gibran Perpetual Debate?

Respons dan pengingat kritis Anies Baswedan terhadap konten โ€œbonus demografiโ€ Gibran Rakabuming Raka seolah menguak kembali bahwa terdapat gap di antara mereka dan bagaimana audiens serta pengikut mereka bereaksi satu sama lain. Lalu, akankah gap tersebut terpelihara dan turut membentuk dinamika sosial-politik tanah air ke depan?

More Stories

Kerajaan-Kerajaan Ter-Epic: Dari Majapahit Hingga Dinasti Habsburg

https://youtu.be/1WxhA5Ojve8 Pinterpolitik.com โ€“ Dari Majapahit hingga Habsburg, ini adalah beberapa kerajaan yang meraih kejayaan di masanya dan meninggalkan banyak warisan dalam sejarah peradaban manusia. Berikut PinterPolitik merangkum...

Ini Strategi Putin Meraih Stabilisasi?

Oleh: Muhammad Ferdiansyah, Shafanissa Arisanti Prawidya, Yoseph Januar Tedi PinterPolitik.com Dalam dua dekade terakhir, nama Vladimir Putin telah identik dengan perpolitikan di Rusia. Sejak periode awal...

Pesta Demokrasi? Mengkritisi Pandangan Pemilu

Oleh: Noki Dwi Nugroho PinterPolitik.com Sejak kemerdekaannya pada Agustus 1945, pendiri bangsa Indonesia berkonsensus untuk menjadikan wilayah bekas jajahan Kerajaan Belanda yang bernama Hindia Belanda ini...