Site icon PinterPolitik.com

Romantika Revolusi Indonesia Kala Corona

Romantika Revolusi Indonesia Kala Corona

Pedagang pasar tradisional menjajakan dagangannya sambil mengenakan masker dan pelindung wajah (face shield) guna menyongsong New Normal (Normal Baru). (Foto: Tren Asia)

Secara tidak sadar, pandemi virus Corona (Covid-19) mengubah keadaan sosial dan cara hidup masyarkat Indonesia.


PinterPolitik.com

Saat ini mendengar isu ataupun mendiskusikan pandemi Covid-19 sudah mulai kurang hangat di ruang publik karena,menurut penulis, masalah ini sudah selesai dalam ruang-ruang diskusi. Hal yang perlu dievaluasi sekarang adalah tahapan aktualisasi dalam penanganan ataupun dalam proses pemutusan mata rantai penyebaran virus Corona ini.

Dalam ruang publik menyikapi adanya virus ini terdapat perilaku-perilaku yang berbeda dan juga memiliki perspektif yang berbeda-beda. Ada yang menyebutkan wabah ini adalah konspirasi dan ada juga yang menyatakan bahwa ini merupakan masalah yang sangat serius dan membantah bahwa pandemik ini  konspirasi.

Penulis sendiri tidak memihak siapapun dalam kasus yang menimpa semua negara di dunia ini karena ini bukan permasalahan benar atau tidak, melainkan apa yang menjadi masalah yang ditimbulkan.

Penulis beranggapan sah-sah saja ketika mereka berpendapat bahwa pandemi ini adalah konspirasi asalkan ketika menyampaikan argumentasi kepada masyarakat publik dikemas dengan data-data yang konkret dan dapat diterima masyarakat awam. Ketika hanya menuduh kepada pemerintah bahwasanya pandemi ini adalah konspirasi, penulis merasa kita sebagai masyarakat menjadi menambahi masalah baru di tengah masyarakat.

Pandemi Covid-19 bukan hanya berbicara tentang penyakit melainkan masalah yang ditimbulkan kompleks dalam masyarakat, baik itu kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik. Atas dasar inilah penulis beranggapan bahwa pemerintah dan semua stakeholder juga masyarakat harus gotong royong dan sama-sama bahu membahu dalam menghadapi pandemik ini.

Tidak ada yang tersisa semua golongan dan lapisan masyarakat merasakan imbas covid-19 ini baik secara eksplisit maupun secara implisit. Untuk itulah, untuk semua masyarakat yang golongan tidak percaya maupun yang percaya (virus ini konspirasi atau tidak) selayaknya memang harus saling bahu membahu.

Di Indonesia sendiri, perdebatan yang ditimbulkan sangat banyak mulai dari penanganan untuk masyarakat yang terkena virus Covid-19, mulai dari langkah preventif dalam memutus mata rantai penyebaran virus dan menghadapi masalah masyarakat yang terdampak langsung yang memang tidak mampu mengikuti anjuran-anjuran dari pemerintah seperti tinggal dan kerja di rumah.

Maka dari itu, pemerintah harus juga bertanggungjawab atas keselamatan masyarakat banyak karena keselamatan masyarakat banyak merupakan beban konstitusional. Seperti yang diucapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ini bukan tentang memilih yang baik dan yang buruk tapi pilihannya buruk semua.

Sekarang sudah menuju tiga bulan masyarakat Indonesia berhadapan dengan Covid-19 ini tetapi tetap saja Indonesia belum bersih dari yang namanya virus Covid-19. Banyak masyarakat sudah merasa jenuh dan bosan juga bantuan sosialtampaknya menyisakan delik, banyak potongan bantuan korupsi dan lain-lain juga menjadi alasan masyarakat harus keluar rumah melakukan kegiatan seperti biasa untuk tetap bertahan hidup dalam memenuhi kebutuhan pokok dalam melanjutkan hidup. Dan, dari pemantauan penulis, alasan yang paling kuat adalah dari masyarakat kecil yang memang kegiatannya harus keluar rumah dan benar-benar untuk bertahan hidup.

Saat ini juga, Indonesia menuju New Normal (Normal Baru) dan sekarang sudah beberapa wilayah yang sudah menerapkannya. Hidup berdampingan dengan Covid-19 adalah pilihan yang terbaik, melakukan kebiasaan seperti biasa namun dibatasi dengan kata waspada, selalu mengikuti protokol kesehatan pemerintah supaya kesehatan kita selalu terjamin dan jauh dari penyakit virus Covid-19.

Kita juga harus belajar dari negara-negara yang sudah terlebih dahulu menetapkan new normal yang pada akhirnya kasus terdampak positif semakin melonjak. Jangan sampai negara kita masuk ke masalah yang sama padahal kita dapat melakukan perbandingan dan pembelajaran secara langsung.

Di Indonesia sendiri, penulis mengamati bahwa ada perubahan sosial yang dilakukan secara langsung oleh wabah ini. Penulis menyebutnya sebagai revolusi sosial yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Perubahan yang cepat di bumi ibu pertiwi biasanya dilakukan oleh gerakan sosial (social movement) mulai dari awal kemerdekaan hingga yang paling terkenal adalah gerakan sosial pada tahun 1998. Tahun ini kita dikejutkan dengan perubahan tanpa campur tangan masyarakat Indonesia. kita tidak melakukan hal-hal yang berpotensi namun kita harus berhadapan dengan perubahan yang cukup luar biasa berpengaruh.

Di ranah pendidikan kebijakan itu di seragamkan di seluruh wilayah di mana pertemuan atau proses belajar mengajar tatap muka terpaksa dibatasi. Padahal, sebetulnya kebijakan ini tidak dapat diseragamkan karena penulis beranggapan kebijakan itu terlalu buru-buru dan tidak melihat keadaan masyarakat secara kompleks.

Contohnya, wilayah yang tergolong masih susah mendapatkan fasilitas internet dan juga masyarakat yang memang murni belum ada kasus Covid-19 yang positif bagaimana mereka mengikuti kebijakan itu sementara mereka tidak memiliki fasilitas. Inilah yang menurut penulis menjadi salah satu ketimpangan sosial

Perubahan sosial terlebihnya terjadi melalui cukup banyak kebiasaan-kebiasaan baru yang mana kita harus terpaksa mengikutinya karena nyawa kita merupakan taruhan atas kegiatan yang kita lakukan jika tidak mengikuti disiplin atau berlawanan dengan protokol pemerintah.

Beradaptasi dengan teknologi merupakan hal yang harus di ikuti semua lapisan masyarakat karena mau atau tidak selain kebutuhan pekerjaan, pendidikan untuk mendapatkan info ter-update adalah alasan yang cukup kuat hidup beradaptasi dengan teknologi.

Terlebih lagi, wabah ini ada ketika saat momentum bulan suci Ramadan tiba di mana pada budaya kita Indonesia saat-saat itu adalah pulang kampung saat lebaran, bersilahturahmi dengan keluarga. Namun, hal yang seperti biasanya itu tidak dapat kita lakukan karena dilematis selain kita takut di tularkan kita juga takut menularkan.

Banyak perubahan sosial ataupun kebiasaan baru yang harus kita laksanakan untuk beberapa waktu yang belum dapat di prediksikan oleh siapapun apakah ini akan menjadi kebiasaan yang berkelanjutan atau hanya saja kebiasaan untuk sementara waktu? Ini masih tetap pertanyaan besar di tengah-tengah kita masyarakat Indonesia.

Penulis berharap pandemi ini cepat berlalu di Indonesia terlebihnya untuk itu dibutuhkan kedisiplinan yang kuat dalam semangat memutus mata rantai penyebaran virus ini. Kita juga sama-sama berharap solusi yang solutif dari pemerintah dalam menangani virus ini secara keseluruhan dan jauh dari keinginan yang utopis. Jangan kemudian kebijakan-kebijakan yang akan diaktualisasikan kurang tepat dari sasaran atau lebih akrab kita sebut dengan jauh panggang dari api, jauh harapan dari yang kita inginkan.

Tulisan milik Wiranto B. Manalu, Mahasiswa di Universitas Jambi.

“Disclaimer: Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.”

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version